Istilah kartun mungkin sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat kita,namun persepsi masyarakat kita terhadap kartun masih terpaku pada anggapan bahwa segala jenis kartun merupakan hiburan yang diperuntukkan untuk anak-anak. Anggapan itu muncul tanpa melihat bagaimana alur cerita dan unsur – unsur yang terdapat dalam kartun tersebut. Kesalahan persepsi ini menjadi momok tersendiri dalam perkembangan kartun di Indonesia, terlebih kartun – kartun impor (kartun-kartun yang berasal dari luar negeri).Persepsi bahwa kartun selalu untuk anak ini membuat banyaknya kartun – kartun impor tersebut yang masuk dan diterima dengan mudahnya oleh masyarakat Indonesia. Seperti anime dari Jepang yang kini telah menjamur dikalangan anak muda kita dan bahkan hingga mereka memiliki komunitas sendiri.
Bagi pihak industri media televisi, kesalahan persepsi masyarakat tentang segmentasi kartun dapat dijadikan sebagai sebuah peluang untuk meraup keuntungan. Dapat kita lihat di layar televisi kita saat ini, banyak sekali kartun – kartun yang dengan leluasanya menarik banyak pemirsa, tidak hanya anak – anak saja bahkan juga remaja hingga orang dewasa. Jam tayang kartun diberbagai stasiun televisi pun dianggap berlebihan dan tidak mengenal waktu, sebagai contoh, seperti yang ada di stasiun TV Indosiar, yang menayangkan kartun dari pagi hingga siang pada setiap hari Minggu.Memang benar bahwa hari Minggu merupakan hari untuk bersantai, namun apakah tidak berlebihan kalau jam tayang untuk tayangan kartun dibuat sedemikian rupa? Selain itu, pilihan kartun yang akan ditayangkan sangat tidak disesuaikan dengan budaya dan kebiasaan yang ada di Indonesia. Seakan pihak stasiun televisi tidak memperdulikan siapa yang akan menjadi audiensi mereka.Kartun-kartun seperti Naruto dan Bleach yang sebenarnya memiliki segmentasi untuk orang dewasa karena mengandung unsur kekerasan justru ditayangkan pada jam – jam prime time, dimana sebagian besar audiensnya adalah anak – anak.Jelas hal tersebut jauh dari sasaran yang sebenarnya telah ditentukan oleh sang pembuat kartun.
Dari kesalahan persepsi masyarakat kita tentang kartun menyebabkan keterbukaan masyarakat kita terhadap kartun – kartun asing. Presepsi ini yang membuat Indonesia seakan tidak memiliki kartun yang menjadi khasnya sendiri. Jika dilihat dari sejarahnya, sejak jaman praaksara sudah banyak ditemukan kartun yang berupa gambar – gambar sederhana di dinding gua yang dibuat oleh nenek moyang kita dulu. Karya para kartunis Indonesia sebenarnya juga tidak kalah dengan kartun-kartun asing, misalnya saja Garudayana yang merupakan kartun karya kartunis Indonesia, Is Haryanto. Selain itu, akan tayangnya film animasi Indonesia pertama, The Battle of Surabaya menjadi bukti bahwa kartun khas Indonesia juga ada dan tentunya tidak kalah saing dengan kartun – kartun luar negeri. Bagaimana menurutmu? (Siwi Nur)