“Saya akui saja Kampus Ngoresan adalah lokasi kampus cabang yang belum banyak sentuhan,” ujar Dewi Kusuma Wardani selaku Wakil Dekan SDM, Keuangan, dan Logistik ketika ditanya mengenai dana pembangunan Kampus Ngoresan.
Fasilitas kampus merupakan faktor pendukung kenyamanan belajar bagi mahasiswa. Fasilitas kampus yang mumpuni dituntut untuk memenuhi kebutuhan dalam proses belajar mahasiswa. Dilansir dari media webometric, pada tahun 2022, Universitas Sebelas Maret (UNS) masuk dalam jajaran universitas terbaik ke-6 di Indonesia. Sebuah penghargaan nan membanggakan ini tentu membuat mahasiswa berharap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana yang selaras dengan predikat “Kampus Terbaik ke-6 di Indonesia”.
Fasilitas yang memadai mungkin sudah dirasakan oleh mahasiswa, terutama yang berlokasi di kampus pusat. Apabila konteksnya fasilitas yang ada di kampus pusat pastilah jika ada kerusakan akan segera diperbarui, beberapa sedang dalam proses renovasi, bahkan untuk memaksimalkan proses pembelajaran diadakan perluasan gedung. Namun, hal ini bertolak belakang dengan kondisi di kampus cabang. Meskipun koordinasi antarkampus dilakukan dengan kontrol terpusat dengan harapan kebijakan yang diterapkan tercapai sama rata. Kondisi di lapangan tidak menunjukkan hal demikian, kampus cabang terlihat memprihatinkan dengan fasilitas dan gedung yang mengalami kerusakan tak kunjung diperbaiki.
Mari kita menelisik Kampus Ngoresan, kampus cabang yang lokasinya paling dekat dengan kampus pusat ini ibarat kata, bumi dan langit. Dilihat kondisi lantai dan jalan yang berlubang, tembok gedung yang dipenuhi berbagai coretan, dan beberapa kondisi gedung terlihat sudah disfungsional. Kondisi tersebut memberikan kesan bahwa kampus ini memang tidak terawat dengan baik, rektorat sepertinya tutup mata dengan kondisi Kampus Ngoresan. Apakah fasilitas ini yang didapatkan oleh mahasiswa setelah membayar mahal kepada kampus? Bagaimana jika fasilitas yang tidak cukup nyaman itu didapatkan oleh mahasiswa? Buruknya fasilitas ini tentunya akan berdampak pada tidak efektifnya proses pembelajaran. Kondisi seperti inilah yang dirasakan oleh sebagian besar mahasiswa di Kampus Cabang Ngoresan.
Kesan Pertama yang Tak selalu Indah
“Awalnya saya datang ke Kampus Ngoresan itu dengan ekspektasi ya seperti di pusat,” ujar AN. “Jujur saya kecewa, ini benar-benar diluar ekspektasi. Saya pikir UNS dengan predikat kampus terbaik pastinya fasilitasnya juga baik. Tapi kok fasilitasnya bener-bener seburuk ini,” kata MAK meneruskan. “Kita kan sama-sama membayar SPI ataupun UKT, dan nggak telat juga kok. Kenapa yang dibangun itu kampus pusat aja gitu? Kita juga butuh fasilitas yang memadai, entah itu untuk praktik atau sarana prasarananya, jujur miris sih,” sahut SA. Begitulah setidaknya komentar dari tiga mahasiswi Program Studi Pendidikan Seni Rupa.
Sementara itu, Wakil Dekan Perencanaan, Kerja Sama Bisnis, dan Informasi membenarkan kondisi pada Kampus Ngoresan. “Iya betul kondisinya memang seperti itu, karena di sana mau dibangun oleh universitas sehingga kami tidak mengalokasikan ke sana. Ya palingan hanya sedikit renovasi saja,” pungkas Dr. Djono, M.Pd.
Pernahkan dari kalian mengunjungi Kampus Ngoresan? Apa kesan pertamamu sama seperti mereka? Baiklah jikalau belum, mungkin lain waktu bisa berkunjung ke sana untuk melihat kondisinya.
“Kalau melihat sekilas seperti ‘kandang kambing’ soalnya di sana banyak kambing yang berkeliaran. Jadi kalau di sana yang kita rasakan kurang merasa betah untuk mengerjakan suatu tugas praktik, apalagi kan kalau tugas praktik kita perlu suasana yang lebih nyaman dan tentram gitu,” ujar AN. “Selain mencari makan, kambing-kambing itu pun ikut ngampus terkadang sampai ke depan lab gitu,” tambah SA. Bayangkan saja ketika sedang ada kegiatan belajar-mengajar lalu terdengar suara “mbek… mbek… embekk..” sungguh lucu bukan? Seperti sedang didongengi iring-iringan alam dan mungkin saja dengan aroma parfum yang begitu menyengat dari kotorannya. Hal inilah yang dirasakan hampir sebagian besar dari mereka, mahasiswa yang menempati Kampus Ngoresan.
Dari sini muncul pertanyaan, apakah benar kampus cabang dijadikan sebagai “anak tiri”? kalian tentu bisa menjawabnya sendiri. “Dapat dilihat dari bentuk halaman ataupun bentuk gedung masih terlihat tidak seperti sebuah kampus melainkan seperti gedung yang tidak terawat, lalu kalau dilihat view-nya di setiap ruangan itu banyak benda atau alat yang tidak terawat, dan juga banyak barang bekas yang menumpuk,” tambah AN.
“Setiap lab itu terbengkalai, kotor, alat-alatnya nggak tersusun rapi, ya walau masih bisa dipakai sebagian saja tapi kalo dikatakan sebagai kampus yang layak itu jauh banget. Menurutku kisaran kampus Ngoresan yang layak itu 30 dari 100 gitu,” ujar SA.
Berbicara keluh kesah fasilitas yang kurang memadai di Kampus Ngoresan, lantas seperti apakah fasilitas yang baik itu? Apakah terdapat undang-undang yang mengaturnya? Berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 41 Ayat 3 menyebutkan bahwa “Perguruan Tinggi harus menyediakan sarana dan prasarana untuk memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, potensi, dan kecerdasan Mahasiswa”. Jadi, kalian dapat memberi penilaian sendiri dengan melihat kondisi Kampus Ngoresan.
Sejarah yang Tak Akan Terlupa
Ternyata di balik itu semua, terdapat beberapa alasan mengenai kondisi kampus yang belum begitu banyak sentuhan ini. Berdasarkan nilai sejarahnya, Kampus Ngoresan dulunya merupakan Sekolah Guru Olahraga (SGO). Kemudian saat itu berganti nama menjadi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan yang menjadi bagian dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Di tahun 2018 ketika sudah berdiri fakultas keolahragaan (FKOR), Penjaskes tak lagi menjadi bagian FKIP, tetapi sudah ke FKOR. “Sehingga FKOR ini juga merasa memiliki Ngoresan, jadi kita tidak bisa totalitas di sana. Kami masih ada keraguan karena adanya rencana kebijakan universitas pada tahun 2021 bahwa Kampus Ngoresan akan dikembangkan untuk sekolah vokasi, sebab sekolah vokasi ini masih kekurangan lab,” ujar Dr. Dewi Kusuma Wardani, M.Si.
Tak cukup sampai di situ, Kampus Ngoresan ini rencananya akan dikembangkan untuk FKOR dengan dukungan Kemenpora untuk membangun sarana dan prasarana cabang olahraga Paralympic. Lalu, bagaimana dengan kedua prodi FKIP yang menempati Kampus Ngoresan jika rencana ini terealisasikan?
Ketika ditanya mengenai hal ini, Djono selaku Wakil Dekan III memberi jawaban, “Kami akan tetap mempertahankan kedua prodi FKIP, seni rupa dan bahasa Jawa untuk tetap di Ngoresan.” Sementara itu, Dewi menambahkan, “Kedua prodi FKIP itu tetap masih di sana sepanjang FKIP belum bisa membangun gedung A hingga 7 atau 8 lantai.”
Terkait dana pembangunan untuk gedung pun sudah diajukan ke Bappenas dengan kisaran Rp40 miliar. Jadi, berapa lama dananya turun dan rencana tersebut dapat direalisasikan?
“Kami sedang menunggu acc dari Bappenas entah sampai kapan itu tergantung sananya. Nah, sekarang kita sedang menyusun blueprint sarana dan prasarana FKIP. Ya, nanti akan kami sampaikan juga ke universitas. Lalu universitas memberikan respons gimana solusinya terkait berbagai keluhan tersebut begitu,” ujar Dewi.
Suara yang Menuntut Didengar
Mahasiswa Kampus Ngoresan, SA, menyampaikan, “Semoga dari atasan tergerak untuk melakukan perbaikan, ya setidaknya bisa dari lab-labnya dulu soalnya lab itu sering dipakai, seperti lab tekstil dan lab kayu. Tapi kalau mau dibangun secara keseluruhan ya alhamdulillah.”
“Kami berharap untuk segala keluhan itu kalau bisa segera disampaikan kepada kami agar dapat kami sampaikan ke Dekanat. Sehingga hal itu dapat menjadi dasar untuk segera diatasi walaupun masih dalam skala yang minimal atau cukup,” ujar Dewi.
Berkaitan dengan hal ini diharapkan BEM FKIP segera bergerak menyalurkan aspirasi mahasiswa FKIP terkait sarana dan prasarana kampus, terutama Kampus Cabang Ngoresan. Tentunya agar berbagai keluhan mahasiswa di Kampus Ngoresan dapat teratasi dan direalisasikan proses perbaikannya.
Penulis: Putri Faradila Indraswari
Editor: Rizky Fadilah