Sejak ditekennya keputusan UNS sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) akhir 2020 silam, berbagai penyesuaian telah dilakukan oleh jajaran tinggi kampus. Termasuk pembentukan Majelis Wali Amanat (MWA) sebagai representasi kepentingan pemerintah, kepentingan masyarakat, hingga kepentingan universitas itu sendiri. Dalam keberjalanannya, MWA melakukan fungsi penetapan, pemberian pertimbangan pelaksanaan kebijakan umum, dan melaksanakan pengawasan di bidang non-akademik.
Melihat dari tugas dan fungsinya, sepintas kehadiran MWA menjadi penting dalam ‘organ’ perguruan tinggi yang sudah memiliki stempel hukum. Akan tetapi, perbincangan tentang MWA masih sangat awam ditemukan di lingkungan UNS. Selain karena keberadaannya yang masih baru, awal kehadiran organ tersebut sempat menuai kontroversi, terutama untuk posisi MWA dari unsur mahasiswa (UM).
Berdasarkan PP Nomor 56 Tahun 2020, MWA UNS beranggotakan 17 orang yang dianggap dapat mewakili seluruh stakeholder, mulai dari mahasiswa hingga masyarakat luas. Perwakilan masyarakat sendiri diwakili oleh 4 anggota di MWA, lalu 7 perwakilan senat akademik, 1 perwakilan alumni, 1 perwakilan tenaga pendidik. Lalu anggota secara ex-officio ditempati oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Rektor, serta Presiden BEM UNS yang sedang menjabat.
Jabatan ex-officio yang ditempati Presiden BEM UNS inilah yang dimaksud dengan ‘menuai kontroversi’ di awal. Hal tersebut dibuktikan dengan menjadi pertanyaan di debat Capres dan Cawapres BEM UNS pada pemira tahun lalu. Fungsi dari BEM UNS dan MWA Unsur Mahasiswa (UM) UNS dinilai bertentangan. BEM UNS selama ini menempatkan dirinya sebagai oposisi rektorat dan menjalankan tugas sebagai watchdog, sementara MWA UM berperan sebagai perwakilan mahasiswa dalam menyusun peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh kampus.
Melalui laman mwa.uns.ac.id, Shoffan Mujahid, Presiden BEM UNS 2022, diketahui telah resmi menjadi anggota MWA UNS sebagai perwakilan mahasiswa untuk tahun 2022. Keadaan ini berbanding terbalik dengan pernyataan wakilnya saat Debat Dialogis II pada masa kampanye Pemira Capres dan Cawapres BEM UNS Januari lalu. “Kami sangat tidak menghendaki apabila MWA UM itu bersistem atau bersifat ex-officio karena fungsi BEM sebagai check and balances akan terganggu” ujar Hilmy, Cawapres nomor urut 1 ketika itu, saat menjawab pertanyaan dari panelis.
Saat dijumpai dalam sebuah sesi wawancara dengan LPM Kentingan (18/8), Shoffan sendiri tidak menampik akan hal tersebut. “Ya, kami memang saat itu menolak karena pasti menambah beban bagi presiden BEM, lalu secara ruang, BEM sebagai oposisi rektorat akan bias apabila presidennya menduduki jabatan MWA UM,” jawab Shoffan ketika diminta keterangan perihal pernyataan wakilnya dalam debat saat masa kampanye lalu.
Sistem penunjukan ex-officio Presbem UNS sebagai MWA UM di tahun 2022 masih mengacu pada hasil Musyawarah Besar 2020. Oleh karena itu, BEM UNS sendiri tidak bisa berbuat banyak dalam penunjukkan MWA UM tahun ini. Musyawarah terbuka untuk sistem pemilihan MWA UM baru terjadi lagi pada bulan April lalu dan hasil musyawarah tersebut baru akan digunakan untuk pemilihan MWA UM 2023.
Hasil Musyawarah Besar 2020 sebelumnya direncanakan akan berlaku selama 3 tahun, yaitu dari 2021 sampai dengan 2023. Namun, untuk lebih mematenkan pemilihan MWA UM secara Pemilihan Raya maka percepatan persiapan pun dilakukan, hal tersebut dikonfirmasi oleh Pasya, selaku ketua Dema UNS 2022 saat ditemui LPM Kentingan (22/8).
Jabatan MWA UM UNS sejauh ini sudah ditempati oleh tiga orang berbeda dengan sistem ex-officio Presbem UNS. Pertama, Muhammad Zainal Arifin (November 2020 – Maret 2021). Kedua, Zakky Musthofa Zuhad (Maret 2021 – Juni 2022). Terakhir, Shoffan Mujahid yang menjabat sejak awal bulan Juli lalu.
Sedianya, dengan sistem ex-officio, masa jabatan MWA UM dapat mengikuti periode BEM. Akan tetapi, buntut dari mundurnya jadwal Pemilu Raya Mahasiswa 2021 turut mempengaruhi keputusan Mendikbud Ristek terkait posisi MWA UM UNS 2022. Adapun posisi MWA UM dapat secara resmi diganti jika kampus sudah mengantongi Surat Keputusan (SK) Mendikbud Ristek. Zakky membeberkan suksesornya tidak bisa langsung menggantikan dirinya karena menunggu SK Mendikbud Ristek yang cukup lama, “Saya kemarin tidak bisa melepas MWA UM di bulan April meskipun sudah demisioner sebagai Presbem, harus menunggu SK terlebih dahulu yang agak lama,” ungkap Zakky.
Keterlambatan ini membuat Shoffan memulai kiprahnya di MWA UM setelah 5 bulan menjalani jabatannya di BEM UNS. Shoffan pun mengaku banyak mengesampingkan urusan MWA karena hal tersebut. Seperti tentang kesiapan Badan Kelengkapan (BK) MWA UM bentukannya. Adapun BK MWA UM sendiri adalah sebuah badan yang dibentuk secara prerogatif untuk membantu kerja MWA UM. Barangkali, badan yang belum juga selesai dibentuk itu terkendala akibat Shoffan yang sudah lebih dulu disibukkan pada urusan eksekutif mahasiswa.
Zakky yang juga sempat merasakan rangkap jabatan mengungkapkan hal senada. Selama menjabat sebagai MWA UM dan Presiden BEM UNS secara bersamaan, Zakky mengakui menjadi kurang mengapresiasi kinerja kabinetnya dan mengawal isu yang sedang dibahas di kementerian. Meski demikian, saat ditanya tentang regulasi yang mengatur mengenai rangkap jabatan Presiden BEM, baik Zakky maupun Shoffan sama-sama ragu dalam menjawabnya. Menurut mereka, dalam AD/ART BEM UNS tidak diatur mengenai rangkap jabatan, baik secara eksplisit maupun implisit. “Setahu saya tidak ada.” ungkap Shoffan. Menurut dia, selama kinerja presiden BEM tetap stabil dan tidak terlibat konflik kepentingan, rangkap jabatan bukan hal yang mesti dipersoalkan. Zakky dan Shoffan juga sepakat masalah tersebut bisa teratasi dengan susunan kabinet yang baik.
Mencari MWA UM UNS yang Ideal
Berdasarkan hasil Musyawarah Terbuka di bulan April lalu, kotak suara dalam Pemira tahun 2022 akan bertambah satu, yaitu kotak pemilihan MWA UM. Untuk pertama kalinya di UNS akan diadakan pemilihan wakil mahasiswa di MWA UNS. Keputusan tersebut juga mengakhiri sistem pemilihan MWA UM secara ex-officio Presbem UNS yang sudah berlangsung selama 3 tahun.
Pasya mengungkapkan persiapan penyelenggaraan Pemira tahun ini sudah dimulai. “Bulan depan (September) sudah akan dibuka rekrutmen panitia Pemira,” ujarnya. Saat ditanya mengenai perkembangan Undang-Undang yang mengatur tentang pemilihan MWA UM, Pasya mengatakan draf-nya sudah ada dan akan masuk ke proses pembahasan. Undang-Undang Pemilihan Umum MWA UM sendiri akan digabung dengan Undang-Undang Pemilu Raya Mahasiswa yang sudah ada sebelumnya.
Adapun kriteria yang diharapkan oleh Zakky, sebagai mahasiswa yang pernah menjabat sebagai MWA UM, mahasiswa yang terpilih nantinya minimal pernah aktif dalam BEM atau pernah ikut fokus mengawal pergerakan, isu, siasat menyampaikan sesuatu, dan seterusnya. Dia juga berharap yang terpilih nantinya merupakan mahasiswa tingkat tiga karena dinilai lebih siap secara mental dan pemahaman.
Dema sendiri telah melihat kampus PTN-BH lain yang sudah melaksanakan Pemira MWA UM sebagai referensi terkait kualifikasi calon. Nantinya, syarat pendaftaran calon MWA UM tidak jauh berbeda dari syarat pencalonan Presbem dan wakilnya. Dema menghindari adanya keterlibatan Rektor terhadap kriteria syarat pendaftaran calon MWA-UM.
Untuk teknis pelaksanaan Pemira, Pasya mengatakan penyelenggaraan secara luring atau daring akan ditentukan berdasarkan keputusan pusat. Melihat pelaksanaan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) UNS sudah secara luring, Pasya optimis Permira tahun ini akan dilaksanakan secara luring juga. Nantinya, jika Pemira dilaksanakan secara luring, akan ada roadshow ke fakultas-fakultas secara luring pula setelah dua tahun terkendala akibat Pandemi.
Laporan ini merupakan laporan ke-2 dari 2 laporan khusus MWA UM UNS
Penulis: Mardhiah Nurul Latifah dan Bagaskoro
Editor: Rizky Fadilah