Sekarang ini kita sering menggunakan istilah homesick untuk mengungkapkan rasa rindu kepada rumah, kesepian dan stres yang disebabkan harus hidup mandiri jauh dari keluarga, orang tua, rumah dan kampung halaman. Perasaan tersebut pasti sering dirasakan oleh para perantau yang harus hidup sendiri. Apalagi mahasiswa perantau yang belum memiliki pengalaman hidup sendirian dan jauh dari rumah. Kendati begitu biasanya dengan proses adaptasi, perasaan tidak nyaman tersebut dapat berangsur-angsur hilang. Apalagi ditambah dengan kesibukan dan tanggung jawab yang harus dijalani oleh para mahasiswa. Namun bagaimana jika rasa tidak nyaman itu lalu ditumpangi oleh sebuah perilaku adiksi?
Perilaku adiksi atau kecanduan adalah kondisi di mana individu merasa ketergantungan dan tidak mampu mengendalikan frekuensi aktivitasnya. Aktivitas tersebut dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain disekitarnya. Kita semua tahu bahwa perilaku adiksi adalah perilaku yang tidak baik dan bisa menyebabkan bahaya seperti kecanduan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lain). Lalu bagaimana dengan adiksi internet? Adiksi internet termasuk kedalam adiksi perilaku yang memang ada dan harus dilawan, contoh lain dari adiksi perilaku adalah kecanduan belanja, bermain game, berjudi, seks dan lain sebagainya.
Melalui survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2022, pelajar dan mahasiswa merupakan profesi dengan pengguna internet terbanyak. Persentase pengguna internet mencapai 99,26% yang diperoleh dari data pelajar di Indonesia. Dalam konteks perkuliahan, penggunaan internet ditujukan untuk mempermudah kegiatan sivitas akademikanya. Internet memberikan akses yang lebih luas dan mudah kepada mahasiswa dalam mendapatkan ilmu dan informasi. Tidak dapat dipungkiri, keadaan mahasiswa saat ini tidak bisa jauh dari ponsel pintar, sehingga dapat menambah frekuensi penggunaan internet yang semakin tinggi, ditambah lagi dengan perasaan kesepian yang sering dialami oleh mahasiswa (khususnya para perantau) menyebabkan tingginya risiko mahasiswa mengalami adiksi internet.
Internet sendiri memang dirancang untuk memudahkan seluruh kegiatan pengguna, tidak terkecuali kegiatan pengguna saat berada di dalam internet itu sendiri. Pengguna sering terdistraksi dan lupa waktu ketika menggunakan internet. Sebab faktanya internet adalah media yang dapat menyebabkan ketergantungan, hal tersebut didukung oleh beberapa sifat internet sebagai berikut:
Internet Memberikan Kesempatan Anonim
Kesempatan menjadi anonim memberikan kebebasan berkomunikasi yang tidak akan bisa didapatkan ketika berkomunikasi bertatap muka. Kebebasan mengekspresikan emosi dan pikiran dapat dirasakan melalui internet. Pembahasan topik-topik sensitif yang cenderung dihindari dalam percakapan langsung juga lebih bebas. Anonim menjadikan karakter seseorang liar sebebasnya, pemalu menjadi pemberani, sopan menjadi kasar, dan begitu juga sebaliknya. Seseorang dapat membangun citra positif “buatan” yang jauh dari identitas aslinya.
Menilik pada aplikasi Telegram, penggunanya dapat mengakses fitur anonymous untuk dapat saling berkomunikasi tanpa menggunakan identitas asli. Dari fakta tersebut menunjukan bahwa terdapat ketertarikan untuk dapat saling berhubungan secara bebas tanpa terikat identitas asli. Biasnya, kebebasan tersebut membuat seseorang terus terjerumus ke dalam dunia maya dan perlahan-lahan lupa kepada kehidupan nyata yang mengharuskan interaksi dengan identitas asli.
Internet Memiliki Algoritma yang Personal
Adanya teknologi algoritma dalam internet mampu menganalisis dan menampilkan konten (tulisan, foto, audio dan video) yang sesuai dengan apa yang pengguna sukai. Internet menganalisis dengan cara merekam data pencarian yang mencerminkan minat dan kesukaan pengguna, kemudian disesuaikan dan dijadikan basis data dalam menyuguhkan konten yang sesuai. Algoritma ini juga sangat efektif digunakan dalam program iklan sehingga iklan akan lebih mudah tersampaikan pada target-target pasar.
Setelah membaca artikel berjudul “Pemanfaatan Algoritma Tiktok dan Instagram untuk Meningkatkan Brand Awareness” Penulis mengetahui bahwa TikTok dan Instagram memiliki sistem algoritma yang dapat menyesuaikan konten untuk pengguna mereka. Maka dari itu, pembuat konten dapat menjadikan aplikasi tersebut sebagai media promosi dan iklan yang menjanjikan.
Kemudian dari sisi pengguna, algoritma dapat memfilter konten yang tidak disukai dan memanjakan mereka dengan konten pilihan yang seakan tidak ada habisnya. Sistem algoritma membuat internet seakan mengenal pengguna secara personal dan menjadi tempat menyenangkan diri secara instan. Hal inilah yang akan menjebak dan membuat pengguna terus terperangkap dan tidak bisa lepas dari internet.
Internet Menimbulkan Efek Kecanduan Keterhubungan
Kecanduan connectivity (keterhubungan) internet sudah semakin dekat dengan pengguna setiap harinya. Berkembangnya smartphone menjadikan pengguna terkoneksi dengan internet khususnya media sosial. Terkoneksi selama 24 jam setiap hari, secara tidak sadar menjadikan pengguna sebagai makhluk yang sangat haus akan informasi, bahkan informasi paling remeh pun terasa penting. Hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Orang-orang terus membagikan kabar tentang kesehariannya dan terus mengonsumsi informasi tersebut seakan hal yang penting. Pola tersebut terus terjadi sehingga orang terus merasa penting untuk membagikan dan mengonsumsi kabar.
Sejak kapan seseorang membutuhkan dan membagikan informasi tanpa henti? Dimulai dari membuka mata di pagi hari hingga waktu tidur di malam hari, update story WhatsApp atau Instagram contohnya. Terus membagikan dan mengonsumsi informasi membuat seseorang terus merasa terkoneksi, sehingga jika berhenti mengikuti internet satu minggu saja sudah dianggap seperti melakukan penyimpangan digital, kurang up to date atau bahkan anggapan anti sosial.
Istilah FOMO atau Fear Of Missing Out mungkin dapat menggambarkan kondisi mahasiswa saat ini. Kondisi di masa seseorang merasa ketakutan tertinggal informasi terkini dan kecanduan keterhubungan media sosial. Ayu Pratiwi (2020) dalam artikelnya bertajuk “Hubungan antara Fear of Missing Out (FOMO) dengan Kecanduan Media Sosial pada Remaja Pengguna Media Sosial” mengatakan bahwa faktanya terdapat hubungan yang signifikan antara FOMO dan adiksi media sosial yang dialami mahasiswa, artinya semakin kuat perasaan FOMO yang dialami mahasiswa, maka semakin tinggi kecenderungan untuk mahasiswa mengalami adiksi internet.
Perasaan kesepian berlarut-larut akibat harus tinggal sendirian memanglah tidak baik. Untuk menyingkirkan rasa kesepian itu banyak orang memilih jalan yang instan salah satunya pintu internet. Hemat penulis, internet justru dapat menyeret penderita ke dalam lubang kesepian yang mendalam. Faktor-faktor semacam jauh dari rumah (merantau) memang menjadikan mahasiswa mengalami homesick. Berusaha belajar dan mengembangkan diri menjadi solusi paling legit untuk menyadarkan mahasiswa penderita homesick bahwa rasa sendirian ini justru bisa mendorong ke arah hidup yang lebih mandiri dan dewasa. Salah satunya adalah dengan menggunakan internet dengan intensitas yang cukup untuk hal yang bermanfaat. Sebab pada dasarnya, internet adalah alat yang dibuat untuk mempermudah kehidupan manusia.
Penulis: Rifa Hasna
Editor: Revy