Hidup Tak Berarti Gagal, Jika Kita Salah Jurusan.

Oleh : Rizky Yuniar Sururi

 

MAHASISWA adalah sebutan yang tepat bagi mereka mereka pengejar gelar namun
bagaimana jika saat pengejar ternyata tak sesuai dengan jati diri? Ibarat sudah menyelam
ingin mentas tapi tetap basah, dan jika ingin menyelam lebih dalam, tak tahu bagaimana
cara berenang dengan baik. Itu yang aku rasakan kinI.

 

Setahun lalu, dengan ditemani ibu, aku menunggu pengumuman
SNMPTN. Untaian doa aku panjatkan zikir-zikir aku lafalkan. Tak lama setelah itu, aku
mendapat pesan via Whatsapp dari kakakku bahwa aku diterima UNS jurusan FKIP
Pendidikan Akuntansi. Jujur saja, aku tidak berani membuka pengumuman SNMPTN,
karena aku takut jika namaku tidak ada dalam daftar nama siswa yang diterima.

 

Pendidikan Akuntansi adalah jurusan pilihan nomor dua. Bukan jurusan yang aku doakan. Namun tak apalah, pikirku, yang penting aku diterima di UNS, universitas
negeri favorit. Di samping itu, aku juga bersyukur karena aku bisa mengangkat nama baik
SMAku, bahwa siswanya ada yang diterima di UNS. Karena alumnus
sekolahku yang di terima di UNS sangat jarang, kalau ada, itupun tujuh tahun yang lalu, miris bukan?

 

Iya sangat miris pikirku.

 

Hidup adalah proses. Sebulan dua bulan berlalu. Entah mengapa aku merasa aku salah
jurusan. Bagaimana tidak? Jika dosenku menerangkan materi kuliah khususnya
perhitungan aku lama dalam memahaminya, jika ada kuis hitung-hitungan aku tidak cepat
menjawabnya. Awalnya kupikir ini terjadi karena aku tidak pernah belajar, namun tidak juga. Aku pernah belajar sebelum mata kuliah dimulai namun kurasa sama saja. Aku tidak seperti mereka yang dalam sekejap paham materi yang diajarkan.

 

Semester pertama aku selalu menangis sehabis mengikuti kuliah yang hitung-hitungan. Aku merasa tertekan. Aku takut tidak lulus semester ini dan selanjutnya. Dan segala resiko yang bisa saja aku hadapi jika aku lalai tak belajar dengan keras. Bahkan sempat aku berpikir ingin mengakhiri semua ini.

 

Aku sempat mengutarakan keinginanku untuk pindah kuliah kepada ayah ibuku. Mereka sebenarnya mengikuti saja, kata mereka yang penting aku nyaman dan senang. Tetapi aku juga berpikir aku sudah setengah jalan sudah banyak biaya yang ayah ibuku keluarkan. Aku harus berjuang. Aku harus mencari di mana titik kesalahanku. Dan
juga lambat laun aku mencintai program studiku.

 

Dosen-dosennya dengan beragam karakter yang unik. Dosenku yang tidak hanya mengajarkan materi namun juga mengajariku bagaimana sikap seorang calon sarjana yang sebenarnya. Ya, walaupun sekali dua kali aku pernah terkena marah karena memang kesalahanku. Dan juga, teman-temanku yang solidaritasnya sungguh patut diacungi jempol. Bagaimana tidak? Jumlah mahasiswa di kelasku 37 orang. Itupun terbagi menjadi 5 geng. Tapi disaat tugas melanda, kami tetap membaur tidak peduli mana gengmu mana gengku yang penting kami paham materi apa yang akan diuji.

 

Setelah itu, aku satu kelas dengan doi dimana semangatku bertambah berlipat-lipat ganda. Uhuuyy, Aku harus terlihat cerdas di depannya karena setahuku seorang lelaki akan memilih wanita cerdas untuk anak-anaknya kelak. Walaupun terkadang aku malah terlihat seperti sosok yang “sok tau” di depan dia.

 

Nah,  berdasarkan sepenggal ceritaku ini adakah dari kalian yang senasib
denganku? Lama memahami materi dari dosen? Lengah sedikit pada saat dijelaskan susah
untuk mengejar ketertinggalan? Tenang sahabat-sahabat mahasiswaku tercinta. Aku
punya trip dan trik untuk menangani kepedihan yang tak berkesudahan sebelum datang
waktu wisuda ini. Okey langsung saja cekidott!

 

  1. Mendengarkan dengan seksama apa yang dijelaskan dosen, kalau perlu tulis apa
    saja kata-kata yang keluar dari dosen. Serius! Ini membantu banget. Soalnya, kalau baca buku dengan bahasanya yang cukup tinggi kita kurang paham, tulis saja apa kata-kata dosen yang keluar dari mulut-mulut beliau inshaAlloh sama aja kok.
  2. Sering-sering berdiskusi sama teman yang paham materi, ya!
    Jadi kita harus sering-sering diskusi sama teman kita yang paham materi kuliah
    gitu, jadi nanti kalo ada pemahaman kita yang salah nanti bakal lurus sendiri gegara diskusi sama orang-orang pinter,
  3. Jangan sok tau. Maksudnya itu begini, kita itu kalau bisa jangan sok tahu. Kalau memang belum tahu materi kuliahnya, soalnya nanti teman-teman bakal bosen dan bakal males temenan sama
    kita.
  4. Rajin latihan soal. Kalau saranku yang ini, sih, cuma berlaku bagi kalian yang kuliahnya di bidang hitung-hitungan tapi enggak bisa hitung-hitungan. Jadi kalian harus rajin hitung
    menghitung biar bisa hafal alur caranya ngerjain. Soal-soal yang dikasih dosen
    dikerjain ganti angka-angkanya tanpa ganti yang diminta soalnya.
  5. Berdoa kepada Tuhan yang Maha Esa dan meminta restu orang tua
    Ini yang terakhir. Karena di samping usaha kita sudah semaksimal mungkin maka
    kita pasrahkan kepada Tuhan yang Maha Esa, dan meminta restu orang tua saat
    akan, sedang dan setelah perkuliahan. Serius! dua hal ini yang sangat berpengaruh.
  6. Jangan lupa mengucapkan terima kasih kepada diri sendiri
    Sebagai penutup, hal ini sangat penting untuk dilakukan. Karena apa? Jika
    memang segala usaha yang kita lakukan namun hasil tak sesuai dengan yang kita
    harapkan kita masih bisa merasaikan kedamaian .

 

Itu saranku aja ya guys untuk kalian yang mungkin saja senasib denganku. Semoga bisa
membantu. Dan aku pernah membaca webtoonWe Are Pharmatics” episode berapa aku
lupa sih, di mana dalam webtoon itu dijelaskan bahwa “diam membuat mati, dan bergerak
membuat hidup”. Orang biasanya diam ketika tidak ada masalah atau saat berada di zona
aman. Untuk bergerak yang kamu butuhkan adalah masalah dan tekanan.

 

Kamu bergerak (berfikir untuk pindah jurusan lain) untuk mencari zona aman? Bukan, yang kau
lakukan hanyalah melarikan diri. cobalah untuk menghadapi semuanya kawan.
Jurusanmu saat ini adalah keputusanmu di masa lalu. Orang yang sudah berani membuat
keputusan dalam hidupnya, tak peduli apapun itu pilihannya menandakan bahwa orang
itu sudah dewasa.”. Selamat malam semoga ocehanku malam ini bisa bermanfaat untuk kita semua.

 

Dan jangan lupa, tidak ada proses yang berjalan mulus, proses mencintai saja perlu
keyakinan yang bertubi-tubi apalagi proses menimba ilmu pasti ada saja yang
mengganggu.

[.]

 

 

Rizky Yuniar Sururi

Mahasiswi Pendidikan Akuntansi, FKIP UNS.