Semua orang memiliki hak untuk mendapat pendidikan, dan hak tersebut harus disediakan oleh pemerintah. Akan tetapi, pendidikan di Indonesia entah kenapa masih begitu saja. Walaupun setiap tahun selalu ada perubahan aturan, namun tetap tidak ada kemajuan yang signifikan. Lalu, apakah dunia pendidikan Indonesia memiliki harapan untuk menjadi lebih baik? Pertanyaan itu pun terjawab. Pada tahun 2019, seorang dari golongan muda terpilih menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, orang itu bernama Nadiem Makarim. Ia langsung membuat berbagai kebijakan yang bisa dikatakan inovatif, salah satunya kebijakan “Merdeka Belajar”. Program tersebut ditujukan ke seluruh tingkatan pendidikan tanpa terkecuali. Untuk lingkup perguruan tinggi sendiri memiliki tajuk “Kampus Merdeka”. Kampus Merdeka menawarkan beberapa kebijakan yang diharapkan mampu untuk mendorong mahasiswa menguasai berbagai keilmuan yang berguna untuk memasuki dunia kerja. Namun, muncul pertanyaan baru, “Apakah kebijakan tersebut akan mendorong pendidikan di kampus semakin baik secara nyata?”
Menteri Nadiem menegaskan bahwa kebijakan Kampus Merdeka ini merupakan kelanjutan dari konsep Merdeka Belajar, dimana berisi 4 kebijakan utama. Empat hal tersebut berupa pembukaan prodi baru, proses akreditasi dan atau reakreditasi, status PTN-BH, dan hak belajar 3 semester di luar kampus. Berdasarkan presentasi yang diberikan oleh Pak Nadiem pada saluran YouTube Kemendikbud, Pak Nadiem merumuskan semua kebijakan tersebut atas dasar analisisnya terhadap kekurangan perguruan tinggi selama ini sekaligus menjawab tantangan global pada masa sekarang. Sehingga kebijakan ini akan menjadi solusi yang terbaik untuk meningkatkan mutu dan kualitas seluruh PTN maupun PTS di Indonesia. Selanjutnya kita kupas satu-persatu kebijakan “Kampus Merdeka”.
Pertama, kebijakan pembentukan prodi baru. Pada kebijakan ini, Pak Nadiem menerangkan bahwa suatu perguruan tinggi yang terakreditasi A atau B dapat langsung membuka program studi baru. Prosesnya pun menjadi singkat, tidak seperti aturan lama yang harus melalui proses perizinan prodi di kementerian, mencocokkan dengan rumpun ilmu yang mana, patuh ketetapan ini-itu, dan lain-lain. Walaupun terjadi penyerdehanaan proses, masih ada satu syarat yang mungkin menjadi tantangan bagi kampus, yakni harus bekerjasama dengan pihak ketiga. Manfaat dari pembukaan prodi baru akan menimbulkan berbagai bidang ilmu yang spesifik, sehingga calon mahasiswa bisa secara pasti memilih apa yang ia suka untuk dipelajari. Kemudian, akan banyak lulusan yang berasal dari beragam program studi dan tidak perlu memikirkan pekerjaan nantinya. Karena dari syarat kerjasama tadi akan memberi peluang untuk para lulusan direkrut langsung oleh pihak ketiga tersebut.
Beralih ke kebijakan akreditasi dan reakreditasi. Pada sistem yang baru, perguruan tinggi yang sudah siap dan mau untuk diakreditasi akan lebih diprioritaskan. Alhasil perguruan tinggi terakreditasi C atau dibawahnya yang memang sudah pantas akan segera memiliki tingkatan baru. Dengan demikian, pemerintah bisa mengetahui seberapa tolak ukur mutu perguruan tinggi, masih dalam lingkup nasional atau sudah mencapai kancah internasional.
Kebijakan ketiga mengenai PTN-BH. Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum merupakan kampus yang mendapatkan status untuk meningkatkan kualitasnya sendiri atau pemberian otonomi sendiri dari pemerintah. Yang menjadi highlight pada PTN-BH adalah kampus memiliki kebebasan untuk berkolaborasi dengan pihak ketiga, seperti perusahaan, BUMN, atau industri lainnya sehingga mereka mampu melakukan proyek bersama, misalnya proyek finansial demi kemajuan kampus dan bangsa tentunya. Mungkin banyak orang yang menyalahartikan bahwa PTN-BH pasti selalu mengarah pada hal finansial, padahal dengan kerjasama tersebut membuat kampus untuk lebih berkembang sesuai dengan visi dan misi kampus.
Dari ketiga kebijakan itu sendiri, Kampus Merdeka akan sangat membantu perguruan tinggi untuk berkembang. Dengan kata lain, dunia perkuliahan akan lebih fleksibel. Ditambah dengan satu poin penting yang mana mereka akan dimudahkan dalam setiap urusan tentang administrasi. Tidak seperti zaman dulu yang selalu menjadi satu halangan utama suatu PTN untuk maju karena keperluan dokumen administriasi yang menggunung. Hal ini juga akan mengurangi resiko orang-orang yang korupsi karena sering terjadi kasus suap untuk penyelesaian administrasi. Kebijakan terakhir yang selalu menjadi bahan diskusi mahasiswa dan menurut saya sendiri adalah kebijakan yang paling menarik, yaitu pemberian hak belajar 3 semester di luar kampus untuk mahasiswa.
Banyak kemungkinan akan muncul dari kebijakan tersebut. salah satunya mahasiswa bisa memiliki kesempaan untuk memperlebar ilmu pengetahuan yang mereka ambil selagi belajar program studi yang mereka ambil. Ilmu pengetahuan disini dimaksudkan bukan hanya teori, tetapi juga soft skill dan hard skill. Bentuk kegiatan yang ditawarkan pun sangat menarik, berupa magang, pertukaran mahasiswa, internship, penelitian riset, pengabdian masyarakat dan lain sebagainya. Tujuan dari kebijakan ini adalah mempersiapakan lulusan yang berkompeten dan relevan menghadapi kebutuhan zaman. Karena pada zaman sekarang, semua pekerjaan membutuhkan seseorang yang tidak hanya punya satu kelebihan. Misalnya, bila ingin menjadi arsitek, selain harus memiliki ilmu teknik tapi juga ilmu desain. Atau bila mau menjadi sutradara yang sudah punya kemampuan membuat film, harus punya ilmu pemasaran untuk memasarkan filmnya tersebut. Sehingga tidak akan ada kasus mahasiswa yang bekerja di luar bidangnya.
Pastinya ada pihak yang berpendapat bahwa program belajar di luar kampus ini memiliki kekurangan, seperti kekhawatiran mahasiswa akan tidak fokus menempuh studi utamanya bila mengikuti program tersebut. Perlu ditekankan bahwa hak belajar di luar kampus bersifat sukarela untuk mahasiswa. Jadi, mereka bisa memilih antara tetap fokus menekuni prodi studi utamanya atau mengambil hak belajar dengan segala risikonya. Beberapa orang juga menyebut bila program ini belum siap, bahkan langsung menilai tidak akan cocok untuk diterapkan. Padahal, kalau dipikirkan lebih dalam, kemendikbud tidak mungkin membuat aturan yang asal-asalan. Terlebih dengan adanya Nadiem yang menjadi representasi kaum milenial tentunya mengerti apa yang dibutuhkan mahasiswa saat ini. Dan poin utama yang harus diperhatikan adalah kita harus berani mengambil resiko dengan kebijakan “Kampus Merdeka” ini. Ibaratnya jika kita ingin mengetahui kita bisa berenang atau tidak, kita harus terjun ke air, bila dari awal sudah takut dengan air bagaimana kita bisa tahu kalau bisa berenang atau tidak. Karena itulah, lebih baik mencoba kebijakan lalu melihat hasilnya daripada tidak mencoba sama sekali.
Penulis: Jagat Afghani
Editor: Aulia Anjani