Foto: Rayhan Ritoni Al Kindi/ LPM Kentingan

Hadirkan Empat Saksi Keluarga, Berikut Kronologi Sidang Kedua Kasus Menwa UNS. Terdakwa Monoton Menjawab “Tidak Tahu-Menahu”

Sidang kasus meninggalnya Gilang Endi Saputra saat mengikuti Diklatsar Menwa UNS memasuki agenda pemeriksaan saksi. Sejumlah empat orang saksi dihadirkan langsung di Pengadilan Negeri Surakarta didampingi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Selasa (08/02/2022).

Empat saksi yang dihadirkan dalam sidang seluruhnya berasal dari pihak keluarga korban, yakni Sunardi dan Endang selaku orang tua Alm. Gilang, Wardoyo sebagai paman Alm. Gilang, dan Sadarno yang merupakan sepupu dari Sunardi.

Sidang masih dilaksanakan secara hybrid. Dua terdakwa mengikuti secara telekonferensi, sedangkan tim kuasa hukum, Jaksa Penuntut Umum (JPU), dan saksi menjalankan persidangan secara luring.

Sebelum memberikan kesaksian, keempat saksi bersama-sama mengucapkan sumpah atau janji bahwa akan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya. Kemudian, barulah hakim ketua mempersilakan saksi pertama untuk berbicara, yaitu Sunardi.

 Kabar Duka yang Tak Pernah Disangka

Menurut kesaksiannya, Sunardi mengungkapkan bahwa awalnya tidak memberikan izin anaknya bergabung dengan Menwa UNS. Namun, melihatnya bersemangat, ia lantas memberikan izin.

Setelah mendapat izin, lanjut Sunardi, Almarhum Gilang bergegas mendaftar. “Pada mulanya kegiatan dan acara Menwa UNS dilaksanakan secara online karena masih pandemi,” ujarnya. 

Kemudian terbitlah jadwal diklat Menwa UNS. Sunardi mengatakan bahwa kegiatan tersebut direncanakan mulai pada hari Minggu, tetapi dimajukan menjadi hari Sabtu pukul 06.00 WIB. Almarhum Gilang, kata Sunardi, hari Jumat masih mengikuti kuliah dan menjelang magrib pulang ke rumah untuk mengambil perlengkapan yang akan dibawa.

“Kurang lebih jam sepuluh berangkat,” ungkap Sunardi. Karena kegiatan akan dimulai esok hari dan agar tidak tergesa-gesa, malam itu juga Almarhum Gilang pergi meninggalkan rumah menuju indekosnya di daerah belakang UNS.

Hari sudah berganti menjadi Sabtu. “Pagi-pagi mamanya WA, menghubungi, sudah tidak nyambung,” ujar Sunardi. Gilang sudah tidak dapat dihubungi, setelah itu Sunardi berbicara pada istrinya dan berkata, “Mas Gilang sudah mulai, Ma, HPnya sudah tidak on,” ucap Sunardi menirukan pembicaraan dengan istrinya kala itu.

Senin, pagi buta adalah hari yang tidak pernah Sunardi lupakan dalam hidupnya. Sekitar pukul 01.30 WIB ia mendengar ketukan pintu di rumahnya. Ia tak lantas membuka pintu dan memilih mengintipnya dahulu dari jendela. Terlihat dua orang, laki-laki dan perempuan mengenakan jaket dan berpenampilan mahasiswa.

Sunardi membuka pintu lalu bertanya, “Waalaikumsalam, Mas, ada apa?”

“Apakah betul ini rumah Mas Gilang?” ucap Sunardi menirukan salah seorang dari mereka.  Sunardi lantas menjawab, “Betul, Mas. Ada apa?” tegasnya dengan rasa penasaran.

Salah seorang dari mereka menjawab, “Pak, Bapak sekarang juga dimohon ke Rumah Sakit Moewardi. Mas Gilang dirawat di Rumah Sakit Moewardi,” tiru Sunardi.

“Anak saya kenapa mas?” tanya Sunardi. Salah seorang dari mereka memberikan jawaban yang membuat hati Sunardi semakin gelisah. “Nanti ngasih taunya di sana saja, Bapak,” jelas Sunardi menirukan jawaban tersebut.

Setelah itu, Sunardi membangunkan istrinya dan mengatakan bahwa Almarhum Gilang sakit dan dirawat di Rumah Sakit Moewardi, Surakarta. Menaiki sepeda motor, Sunardi bergegas menuju Rumah Sakit Moewardi di Surakarta bersama istrinya.

“Kira-kira jam dua lebih sedikit, dua tiga puluh saya berangkat,” jelas Sunardi.

Setelah sampai di Rumah Sakit Moewardi, Sunardi mengatakan, ia dan istrinya cepat-cepat menuju Instalasi Gawat Darurat (IGD). Ia melihat telah banyak orang di sana. “Mungkin rekan-rekan Gilang atau panitia,” pikirnya kala itu.

Seseorang menemui Sunardi. Namun, Sunardi lupa siapa namanya. Ia lantas menanyakan bagaimana kondisi anaknya kepada orang tersebut. Dengan Bahasa Jawa, kata Sunardi, orang tersebut mengungkapkan bahwa Gilang sudah meninggal. Pak, ngapunten menawi sampun takdir Allah SWT, Mas Gilang tidak bisa tertolong,” kata Sunardi menirukan perkataan orang tersebut. Bingung, lantas Sunardi bertanya apa maksud perkataan itu.

Gilang Meninggal, Meninggalkan Sunardi dan Endang

Saksi kedua, yakni Endang yang tak lain adalah ibu Almarhum Gilang. Ketika ditanya oleh hakim anggota tentang kehadirannya sebagai saksi, dengan jelas ia menjawab, “Memberikan keterangan meninggalnya seorang anak laki-laki yang bernama Gilang Endi Saputra,” tegasnya dengan suara keibuan.

“Ibu kenal dengan Gilang itu karena apa?” tanya hakim anggota.

“Dia anak saya,” jelas Endang.

Selanjutnya, Endang mengungkapkan bahwa ketika di Rumah Sakit Moewardi, ia duduk di belakang. Suaminya, Sunardi, duduk di depan. Endang tidak mendengar pembicaraan suaminya dengan seorang laki-laki yang ia tidak kenal.

Setelah bercakap-cakap dengan orang itu, Sunardi menghampirinya dan mengatakan, “Bu, Mas Gilang sudah nggak tertolong lagi,” kata Endang menirukan perkataan suaminya kala itu. Di depan hakim ketua, air mata Endang keluar membasahi pipinya.

Endang bingung bukan kepalang, lalu ia bertanya, “Anak saya diapain?” Namun, jawaban apa pun tetap saja tidak bisa membuatnya tenang.

Tidak berselang lama, ada saudara yang datang menyusul Endang dan suaminya di Rumah Sakit Moewardi. “Kakak saya, adik saya, sama keponakan saya datang,” kata Endang dengan suara lirih sehabis menangis. “Pokoknya saya minta tolong anak saya Gilang itu kenapa. Saya minta tolong anak saya ditolongin,” sambungnya.

Saudara yang datang menyusul mengurus berkas-berkas administrasi. Kemudian mengunakan mobil ambulans UNS, jenazah Almarhum Gilang dibawa ke rumah di Karangpandan.

Endang mengatakan, setelah sampai rumah dan jenazah sudah diturunkan dari ambulans, ia memegang kain penutup. “Kok basah itu kainnya?” kata Endang. Setelah jenazah diletakan, dengan segera ia menghampirinya lalu membuka penutup bagian bawah. “Saya ciumin kakinya, Pak, sudah dingin seperti es,” ujar Endang lirih disertai suara isak tangisnya. “Lalu keluarga membuka wajahnya. Semuanya melihat.”

Sedangkan saksi ketiga, yakni Wardoyo mengungkapkan tidak melihat kondisi jenazah Almarhum Gilang di rumah sakit maupun di rumah Karangpandan.

Lebih lanjut, Wardoyo mengatakan mendapat kabar Gilang, ponakannya, meninggal dari Sunardi yang waktu itu sudah berada di Rumah Sakit Moewardi. “Saya ditelfon Mas Sunardi,” ujar Wardoyo.

Kemudian, ia langsung berangkat menyusul Sunardi. Di rumah sakit, kata Wardoyo, ia menunggu proses jenazah dibawa ke rumah Karangpandan.

Azan zuhur berkumandang. Hakim ketua memutuskan sidang berhenti sejenak dan dilanjutkan kembali setelah azan selesai. Wardoyo, masih menjadi saksi, tetap duduk di kursi persidangan. Sembari menunggu azan selesai, ia menoleh ke belakang, tatapannya tajam tertuju ke layar telekonferensi yang menampilkan dua terdakwa.

Kini giliran Sadarno, saksi yang terakhir. Dalam keterangannya, Sadarno melihat jenazah Almarhum Gilang yang dibaringkan di ruang keluarga. Namun, ia belum sempat melihat kondisinya. Ia memilih menunggu pihak kepolisian dan puskesmas datang untuk memeriksa jenazah. Saat petugas puskesmas membuka dan melihat kondisi jenazah, “Saya langsung melihatnya,” jelas Sadarno.

Setelah melihat kondisi jenazah dan musyawarah keluarga. Akhirnya keluarga Almarhum Gilang memutuskan untuk melakukan autopsi. “Sekitar pukul sembilan,” terang Sadarno.

Dalam sidang pemeriksaan saksi ini, penuntut umum membawa barang bukti berupa celana panjang berwarna hijau, yang diperlihatkan kepada empat orang saksi.

Setiap saksi selesai memberikan keterangan, hakim ketua bertanya kepada dua terdakwa “Apakah keterangan saksi ini benar, tidak, ada yang salah, atau saudara tidak tahu-menahu?” Dengan jawaban yang monoton dua terdakwa selalu menjawab, “Tidak tahu-menahu.”

Harapan Keadilan Ditegakkan Seadil-Adilnya

Perwakilan LBH Yogyakarta, Wetub, berharap dalam sidang berikutnya pihak saksi memberikan kesaksian yang sesungguhnya. “Yang bisa memberatkan pelaku dan memberikan keadilan seadil-adilnya kepada korban,” ujarnya ketika diwawancara usai sidang ditutup pukul 12.35 WIB.

Saat dimintai keterangan mengenai sidang hari ini. Puri, kakak sepupu Almarhum Gilang mengatakan pernyataan Wetub sudah mewakili jawabannya. “Kurang lebih sama,” pungkas Puri.

Sidang kasus meninggalnya Gilang Endi Saputra saat mengikuti Diklatsar Menwa UNS ini merupakan sidang kedua. Sebelumnya, sidang telah dilaksanakan, yakni agenda pembacaan dakwaan pada hari Rabu (02/02/2022).

Penulis: Dimas Alfi Aji Chandra

Editor : Rizky Fadilah