Foto: Risma Salsabila Foresty/LPM Kentingan

Gerbel UNS Matlis Lagi: Resistensi Janji PLN di Ambang Ambiguitas Realisasi

1

 

Sebanyak 420 kosakata “matlis” diunggah di komunitas daring “Yuenes Fess” di aplikasi Telegram oleh mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) selama November 2023 hingga Oktober 2024.

“Ga ada hujan pun gerbel matlis?”

“Yang matlis area Surya Tenggelam aja, kah? Sempet nanya ke teman yang di Surya 1 sama Surya 2, katanya enggak matlis.”

“Cepat nyala please listriknya. Mau tidur enggak bisa, sumuk banget!”

Finally hujan, tapi siap-siap matlis warga gerbel.”

“Kocak matlis lagi.”

Lima dari 59 cuitan di atas diunggah dalam kurun waktu September-Oktober 2024.

Sementara itu, PLN ULP Manahan – UP3 Surakarta menggubris infografis Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNS berjudul: “Solo Darurat Matlis: Aduan Tak Digubris hingga Penyelenggaraan yang Sentralistis”, tepat sehari setelah pemberitaan tersebut mencuat pada 2 April 2024. PLN menyambangi BEM UNS dan melakukan intimacy meeting dengan presentasi berjudul: “Lesson Learned Gangguan Recloser PLR-01.”

PLN ULP Manahan melaporkan bahwa pemadaman listrik di Kecamatan Jebres yang berlangsung antara Januari hingga Maret 2024 sebagian besar disebabkan oleh cuaca ekstrem dan pohon roboh. Sebagai respons, PLN melayangkan serangkaian janji, termasuk RCPS (Root Cause Problem Solving) dan usulan rekonduktor yang diperkirakan menghabiskan anggaran 600 juta.

Lima bulan berlalu, janji-janji ini tak jelas progresnya. Pada September-Oktober 2024, warga dan mahasiswa mulai mengeluh sebab matlis mulai menghantui lagi. Situasi ini memicu resistensi untuk menolak janji-janji yang realisasinya masih ambigu. Muhammad Syafnat, Menteri Koordinator Pengetahuan dan Pergerakan BEM UNS, kembali angkat bicara.

“Waktu kami adakan infografis itu, langsung di-follow up, PLN beberapa kali terjaga. Tapi saat ini, tuh, tidur lagi. Apakah memang ada suatu hal yang PLN butuhkan?” ungkapnya (10/10/24).

Kronik Matlis Gerbel UNS: Lagu Lama yang Menghantui Warga

Selama bertahun-tahun, area Gerbel UNS terperangkap dalam bayang-bayang semu inspeksi lagu lama yang tak kunjung dievaluasi. Ironisnya, tingginya intensitas matlis di Kecamatan Jebres lebih sering terjadi di area Gerbel UNS. 

Gerbel UNS, secara leksikal merupakan singkatan dari Gerbang Belakang Universitas Sebelas Maret. Selain Gerbel, ada juga Gerdep, gerbang depannya. Dua istilah yang sangat familiar di kalangan mahasiswa UNS. Dinamika keduanya menciptakan perspektif yang cukup kontras di mata mahasiswa. Jika Gerbel identik dengan kata ramai, padat kos-kosan, kafe, matlis, kuliner variatif, maka Gerdep sebaliknya.

Area Gerbel mencakup Kelurahan Jebres (4,33 km²) dan Mojosongo (5,91 km²) sebagai bagian utama Kecamatan Jebres. Selain itu, wilayah Gerdep UNS juga meliputi beberapa kelurahan, seperti Pucangsawit, Jagalan, Sewu, dan lainnya. Dengan luas 14,38 km², Kecamatan Jebres berpopulasi 149.992 jiwa, di mana 84.684 jiwa di antaranya menetap di Jebres dan Mojosongo (Dukcapil Surakarta, 2021).

Padatnya area Gerbel UNS menjadi sebuah paradoks terhadap kronik matlis di area ini. Apakah matlis yang terjadi di Gerbel juga dipengaruhi oleh beban berlebih?

Cindi, mahasiswa UNS yang kosnya di Jalan Surya juga mengeluhkan fenomena matlis tersebut. Kipasnya mati, udara pengap mengungkung dinding kamarnya yang panas. Ia tak menduga matlis terjadi di siang hari. Gawainya pun nyaris mati. Ia yang bergantung pada Wi-Fi kos harus berkelahi selama tiga jam dengan gangguan tanpa aba-aba.

“Enggak tahu apa alasannya, kok, bisa matlis dari jam satu sampai sekarang (15.00 WIB)? Enggak ada info juga dari PLN,” ungkap Cindi via daring (13/10/24).

Qanita Rubby, mahasiswi UNS, awalnya merasa beruntung sejak tinggal di kosannya di kawasan Ngoresan, Kelurahan Jebres, sejak Agustus lalu. Qanita nekat, faktanya kosnya belum tersikat, menurutnya. Namun, desas-desus matlis gerbel UNS yang ia dengar di aplikasi X sejak lama ternyata memberinya cobaan juga.

“Iya, ih, makin ke sini makin sering. Bahkan, ini baru banget listriknya nyala lagi setelah matlis sekitar satu jam. Paling lama, tuh, kemarin matlis sekitar tiga jam. Aduh, enggak enak banget,” tutur Qanita via daring (8/10/24).

Qanita mengeluh, beberapa kali matlis terjadi, tetapi hanya sekali PLN mengabari.

Ali, pelaku usaha Fotokopi dan Percetakan Mulia, merasa buntung ketika mati listrik tiba (8/10/24). Foto: Raihan Tegar/LPM Kentingan

Dampak matlis juga dirasakan oleh Ali, pemilik usaha fotokopi di Jalan Ki Hajar Dewantara, Kelurahan Jebres. Sejak 2012, laki-laki berusia 38 tahun itu resmi menjadi warga Gerbel. “Dulu sering, sih. Seringnya itu dari tahun 2016, sebelum Covid-19 tepatnya,” tutur Ali ketika ditemui di kios miliknya (8/10/24).

Ali mempertanyakan mengapa selalu ada surat edaran mati listrik di area kiosnya. Titik kulminasinya ketika banyak pelanggan yang batal membeli akibat mesin yang tidak berfungsi. Ia merasa buntung ketika mesin atau komputernya tidak bisa beroperasi.

“Seringnya gitu. Punyaku juga kemarin power supply di PC itu rusak. Ya, karena sehabis matlis itu. Enggak bisa dibenerin, harus beli lagi,” ungkapnya.

Ali menduga matlis yang sering terjadi di Gerbel mungkin disebabkan oleh beban berlebih pada trafo atau masalah lain. Pasalnya, meski cuaca cerah dan tidak hujan, matlis tetap terjadi tanpa alasan yang jelas.

Identifikasi Matlis, Bagaimana PLN Menginspeksi?

Kecamatan Jebres disuplai oleh dua penyulang utama: PLR-01 dan MKN-7. Dalam presentasi PLN kepada BEM UNS, dijelaskan rekap gangguan pada PLR-01, yang menyuplai pelanggan prioritas seperti UNS, Institut Seni Indonesia Surakarta, Rumah Sakit Moewardi, Rumah Sakit Dr. Oen, dan Solo Safari.

Dari Januari hingga Maret 2024, terjadi tujuh gangguan listrik, terdiri dari tiga gangguan E1 (pohon) di kampus UNS, satu E2 (cuaca ekstrem) pada feeder MKN7, dua I3 (pihak ketiga) dan I1 (konduktor) di kampus, serta satu gangguan E5 yang belum teridentifikasi penyebabnya.

Kami menghubungi PLN UP3 Kota Surakarta tiga kali pada 4, 5, dan 7 Oktober 2024, tetapi belum mendapat balasan hingga saat ini. Sementara itu, Dosen Sistem Energi Listrik Teknik Elektro UNS, Warindi, menjelaskan mekanisme pembagian penyulang listrik dari PLN.

 

Warindi, Dosen Teknik Tenaga Listrik, Teknik Elektro UNS, menjelaskan mekanisme pembagian penyulang listrik dari PLN pada Kamis (10/10/24) di Fakultas Teknik. Foto: Risma/LPM Kentingan

“Tiap feeder itu ada feeder prioritas dan bukan prioritas. Daerah penting yang kalau bisa tidak boleh mati seperti rumah sakit itu pakai feeder prioritas,” jelasnya ketika ditemui di Fakultas Teknik, UNS (10/10/24).

Lebih lanjut, Warindi menjelaskan risiko jaringan feeder yang tidak prioritas. Dalam kondisi kekurangan daya, feeder prioritas akan diutamakan, sehingga bisa jadi mengorbankan feeder yang bukan prioritas. Namun, melihat pada rekap yang ada, hanya ada gangguan eksternal yang terdata. Tidak ada gangguan internal seperti trafo yang overload atau sejenisnya. Kami mencoba menanyakan tentang adanya indikasi overload.

“Indikasi dari saya, gerbang belakang ini bukan prioritas, ya,” tutur Warindi.

Kami juga mencoba menghubungi petugas Yantek di bawah naungan PLN ULP Wonogiri untuk menanyakan hal terkait.

“Kalau melihat dari diagramnya, feeder-nya sejalur. Jadi, misalnya ada gangguan dari dalam kampus, dampaknya, ya, feeder setelahnya. Apalagi, UNS katanya green campus, jadi rawan,” ungkap Geral ketika diwawancara secara daring (13/10/24).

Kami juga menanyakan terkait mekanisme surat edaran mati listrik kepada Geral. “Ya, masa pohon roboh bikin surat dulu, langsung turun itu. Kalau penyebabnya eksternal memang tidak ada pemberitahuan,” lanjutnya.

Secara teknis, Warindi juga membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan pemberitahuan PLN biasanya ada ketika terjadi gangguan internal misalnya maintenance. “Kalau internal itu maksudnya pemadamannya dijadwalkan. Mungkin tadinya pengaruhnya eksternal lalu dijadwalkan untuk pembetulan,” tambahnya.

Mengupas Janji PLN: Resistensi Janji yang Tak Kunjung Terealisasi

Sehari setelah infografis kritik BEM UNS mencuat di media sosial, PLN ULP Manahan – UP3 Surakarta menjabarkan janji-janji demi meningkatkan keandalan di sekitar Kecamatan Jebres agar kasus matlis tidak terulang kembali.

PLN membagi penanganan gangguan ke dalam dua kategori: eksternal dan internal, sesuai skema “RCPS PENURUNAN GANGGUAN PLR-01.” Pada aspek eksternal, penanganan meliputi: (1) Patroli ROW untuk gangguan pohon (E1), (2) Pemasangan Arrester untuk lonjakan tegangan akibat petir dan cuaca ekstrem (E2), serta (3) Pemasangan penghalang untuk mencegah hewan menyentuh jaringan (E3). Sementara gangguan internal, seperti konduktor kendur (I1), akan ditangani dengan resagging dan perbaikan tiang miring.

Kami melakukan investigasi langsung untuk memantau kondisi di lapangan. Sejauh ini, masih ditemukan tiang dengan kondisi miring di area Gerbel, yaitu di Jalan Ki Hajar Dewantara Nomor 29, Jebres, atau tepat di depan Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang Kota Surakarta. Kami juga menemukan gangguan serupa di jalan yang sama tepatnya di depan kios Fotocopy dan Percetakan Menara.

Temuan ini menimbulkan banyak pertanyaan yang belum terjawab. Namun, dapat dipastikan bahwa realisasi janji yang dilayangkan sejak April lalu masih belum dilakukan secara serius oleh PLN untuk sekadar pembetulan gangguan tiang miring.

“Sebenarnya kalau dari segi operasional tidak berpengaruh. Cuma, (tiang miring) dianggap punya potensi berbahaya dan menambah potensi gangguan listrik,” ungkap Warindi.

Padahal, selain dari segi technical system, PLN juga menjanjikan eskalasi management infrastructure dengan poin-poin utama sebagai berikut: (1) gencar melakukan sosialisasi New PLN Mobile untuk laporan keluhan, (2) evaluasi dengan Tim Teknik dan Petugas Yantek setiap ada gangguan, dan (3) intimacy ke pelanggan kritikal melalui Account Executive.

Faktanya, Ali, masih merasa takut untuk melapor keluhan matlis yang belakangan ini terjadi. “Ya, takut, lah, mau lapor ke kantornya. Bukan siapa-siapa.” ungkapnya.

Keluhan satu warga tersebut pada dasarnya tidak dapat dijadikan alasan untuk menggeneralisasi kinerja PLN. Untuk menjamin realisasi janjinya, PLN, setelah bertemu dengan BEM UNS, sebenarnya beberapa kali telah melakukan komunikasi. “Melalui Mas Agung sebagai Presiden BEM-nya. Jadi, Mas Agung itu sering, ya, nge-WhatsApp PJ dari PLN. Itu waktu dulu, ya, waktu musim hujan,” ungkap Syafnat.

Kami juga menanyakan perihal janji jangka panjang yang diusulkan oleh PLN, yaitu Rekonduktor Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) ke Saluran Kabel Udara Tegangan Menengah (SKUTM) yang akan menguras anggaran sebesar Rp663.984.376.

Tampak beberapa jaringan yang masih telanjang di area dalam kampus UNS (15/10/24). Foto: Risma/LPM Kentingan

Mega proyek ini tentu tidak dapat segera terealisasi mengingat PLN pernah menyampaikan kendalanya kepada BEM UNS. Di lapangan sendiri, tampak beberapa kabel masih telanjang belum berstandar isolasi SKUTM sehingga rawan trip.

“Jawaban terkait pemeliharaan tiang listrik ini agak unik, ya. Terkendala dalam hal finansial karena mahal katanya, gitu. Agak ironis, ya, PLN,” kata Menko Pengetahuan dan Pergerakan BEM UNS itu.

Sementara itu, Warindi memberikan saran yang dapat dilakukan PLN tanpa memakan banyak anggaran.

“Menurut saya langkah yang murah itu adalah rajin-rajin inspeksi. Kalau ada potensi pohon yang mau tumbang atau akan bersentuhan dengan jaringan listrik, ya, sudah, lakukan penebangan atau pemangkasan. Itu, kan, relatif murah, daripada mengganti sistem.” Tutur Warindi. 

Berdasarkan hasil investigasi yang kami lakukan, janji-janji PLN memang menunjukkan respons terhadap keluhan mati listrik di Kecamatan Jebres, khususnya di area Gerbel UNS. Namun, realisasi janji-janji ini memerlukan pengawalan ketat dari mahasiswa dan warga untuk memastikan keberlanjutan serta mencegah ambiguitas dalam implementasinya.

 

Penulis: Tiara Nur A’isah

Editor: Aldini Pratiwi