Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM FH) UNS menggelar aksi panggung rakyat September Hitam di Boulevard UNS pada Selasa (26/09). Aksi yang diikuti oleh puluhan mahasiswa UNS ini mengusung isu seputar kasus penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Aksi ini merupakan momentum refleksi tragedi non kemanusiaan dan pelanggaran HAM yang belum terselesaikan dengan baik oleh Pemerintah.
Massa berjalan dari titik kumpul, Gedung Fakultas Hukum hingga Boulevard. Kerumunan massa tiba di Boulevard pada pukul 15.45 WIB dengan mengenakan pakaian serba hitam. Panitia juga menyiapkan berbagai properti seperti nisan bertuliskan “R.I.P HAM” dan memasang spanduk besar bertuliskan “Merawat Ingat, Menolak Lupa” sebagai ikon aksi tersebut.
Tampak beberapa peserta aksi yang mengenakan pakaian putih dengan lumuran warna merah (darah) sebagai perwujudan para korban non-kemanusiaan dan pelanggaran HAM. Mereka juga membawa bingkai foto bergambar tokoh korban, seperti Munir, Salim Kancil, dan beberapa lainnya. Peserta aksi yang datang juga membawa beragam poster sebagai bentuk kritik terhadap Pemerintah.
Aksi diawali dengan kajian isu September Hitam yang disampaikan oleh Kementerian Aksi dan Propaganda BEM FH UNS. Adapun berbagai kasus yang diangkat seperti tragedi 1965, Tragedi Tanjung Priok (1984), Tragedi Semanggi II (1999), Pembunuhan Munir (2004), Reformasi Dikorupsi (2019), dan banyak kasus lainnya. Selanjutnya, panggung diisi dengan orasi dari berbagai peserta yang turut hadir seperti Presbem UNS, Presbem FH, Presbem FMIPA, Presbem FEB, dan lainnya yang sesekali diselingi dengan seruan, “Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia! Hidup Perempuan yang Melawan!”
Tidak hanya orasi, mereka juga menyampaikan keresahannya melalui puisi, drama, dan nyanyian lagu. Diawali dengan lagu Mars Mahasiswa, Buruh Tani, dan beberapa lagu perjuangan lainnya. Pesan yang disampaikan oleh peserta aksi tidak hanya terbatas pada kasus pelanggaran HAM saja, di lain hal mereka juga berharap penuh pada pemimpin bangsa masa depan untuk menuntaskan kasus-kasus tersebut.
Presiden BEM UNS, Hilmi Ash Shidiqi, menyampaikan dalam wawancara terpisah. “September Hitam adalah sesuatu momentum hitam catatan kemanusian di bulan September yang sudah selayaknya kita, sebagai bangsa untuk merawat ingatan dan melawan lupa akan kejadian kejadian yang terjadi di bulan ini.”
Ia juga menambahkan akan peran mahasiswa dalam merespon kasus-kasus yang terjadi, “Mahasiswa merupakan salah satu representasi intelektual muda dalam masyarakat, hingga apapun yang terjadi (problematika) di masyarakat, mahasiswa menjadi salah satu garda terdepan dalam tonggak keadilan, tonggak pemecah permasalahan kemanusiaan. Sebagai mahasiswa sudah selayaknya untuk turut aktif dalam menegakkan ini, bagaimana kita mengingat banyaknya tragedi di bulan September”.
Menurutnya, September Hitam merupakan cerminan dari tanda tanya besar mengenai keadilan, keberpihakan Pemerintah kepada rakyat-rakyat kecil dan penuntasan permasalahan di Indonesia yang harus terus dipertanyakan.
Serupa dengan Hilmi, Raihan Ashily BEM FH UNS, Dirjen Aksi dan Propaganda menyampaikan pesan September Hitam, “Di sini kami terus berjuang demi permasalahan HAM yang sampai detik ini masih menjadi tanda tanya. Kami terus mengingat akan ketidakadilan yang belum tuntas terselesaikan. Adanya September Hitam menjadi pemantik bagi teman-teman mahasiswa dan masyarakat umum untuk tidak luput dan lalai dalam memperjuangkan keadilan.”
Pesan khusus juga disampaikan untuk pemimpin Indonesia di masa depan, “Mungkin seperti pak Jokowi dari tahun awal terpilih berjanji akan mengusut tuntas kasus-kasus keadilan namun sampai detik ini mana? Masih tanda tanya. Nah itu harapannya untuk pemimpin kemudian bisa mengusut kasus-kasus ketidakadilan,” imbuhnya.
Aksi masih terus berlanjut dengan adanya mimbar bebas untuk siapapun, sebagai tempat menyampaikan pesan dan keluh kesah kekecewaan di momentum september hitam ini. Melalui orasi ini, mahasiswa menyampaikan dengan lantang dan keberanian dengan berulang kali menyindir beberapa aparat yang berada di sekitar aksi september hitam.
Menuju petang, panitia mengarahkan peserta aksi untuk duduk berbaris menghadap ke jalan. Peserta mulai menyalakan lilin sembari menebarkan bunga mawar yang dibagikan sebagai bentuk keadilan yang harus terus diingat dan diperjuangkan. Panitia BEM FH UNS juga melakukan persembahan dengan menyalakan sejumlah lampion api sebagai simbolik ingatan yang harus terus menyala. Aksi diakhiri pada dengan closing statement dari panitia dan selesai pada pukul 18.30 WIB.
Penulis: Icha Salsabila dan Nimas Ayu Rutri Arni
Editor: Julia Tri Kusumawati