Kemerdekaan Indonesia yang ke-78 baru saja lewat. Tak berhenti pada sorak sorai kegembiraan yang kerap menghiasi hari perayaan ini, Kembang Gula ikut nangkring dengan Festival Film Merdeka—selanjutnya disingkat FFM—miliknya. Berangkat dari misi toleransi untuk menghadirkan hiburan bagi warga melalui media film pendek, pada tahun 2017 para film maker yang tergabung dalam Kembang Gula memutuskan untuk menggelar pemutaran festival film perdananya.
Jumat (18/08), saya ikut menyambangi Lokananta Bloc untuk menonton malam puncak FFM 2023 yang bertajuk “Pesta Film Rakyat”. Sebelumnya, FFM telah sukses menggelar pemutaran film di empat kampung pada tanggal 16 dan 17 Agustus. Empat titik pemutaran ini berlokasi di Purwonegaran, Karangasem, Sumber, dan Joyotakan. Total terdapat 16 film yang diputar selama event utama FFM berlangsung.
“Ada yang submit, ada yang kita research, kita cari kampung yang sesuai yang kira-kira bisa kolaborasi,” terang Fanny Chotimah, Direktur Kembang Gula dan Festival Film Merdeka saat ditanya mengenai pemilihan titik pemutaran film.
Penonton yang hadir sudah cukup ramai ketika saya baru datang, saya melewatkan pemutaran dua film pertamanya. Beruntung hari itu FFM menyajikan tujuh film yang siap untuk ditayangkan. Empat film yang diputar di awal merupakan film hasil workshop FFM dengan judul Temu, Tutur, Ada Ibu-Ibu Guys, dan Kampungku. Kemudian dua diantaranya adalah film pilihan yang sudah dikurasi yaitu Bersama Membangun Negeri dan Serangan Oemoem. Terakhir. Acara ditutup dengan film garapan Kembang Gula yang berjudul Riwayatmu Kini.
“Kita memang scouting ya, jadi cari film-film yang memang cocok untuk diputar,” ujar Fanny.
Dengan balutan outfit serba merah muda dan senyum merekah miliknya, Fanny cukup antusias menjawab satu per satu pertanyaan yang saya lontarkan. Ia menuturkan bahwa proses kurasi yang dilakukan memang cukup ketat, mengingat konsep layar tancap harus mempertimbangkan tontonan yang aman ditonton segala usia.
Sensasi yang ditawarkan melalui layar tancap ini yang menurut saya menarik, selain dengan fakta bahwa event ini tidak dipungut biaya. Para penonton bebas untuk memilih tempat duduknya, bisa lesehan di atas rerumputan dengan beralaskan tikar, bisa juga duduk di sekitaran pendopo, atau dimana saja sepanjang layarnya masih dapat dijangkau oleh mata. Tak sampai di situ, malam puncak hari itu dimeriahkan pula oleh musisi lokal Shelma Shalindri dan komika sekaligus penggarap film Daniel Morgana.
“Senang ya bisa lihat pemutaran film secara gratis, film yang diputar juga cukup menarik, tadi juga banyak penonton yang terhibur. Saya juga sebagai penonton terhibur sama film-film yang diputar juga. Overall, senanglah dengan film-film yang diputar tadi,” terang Atif, salah satu penonton, membagikan pengalamannya selama pemutaran film. Hampir sama dengan Atif, Salwa yang datang dari Bogor menuturkan, “Aku amazed ya sama film-film yang diputar, ada film yang memang udah dibikin sama profesional juga, terus ada juga yang sama pemula dari workshop itu. Menurutku, kayak yang dibilang mbak rektor tadi ya, kalau misalnya merdeka itu juga kebebasan untuk berekspresi,”
Tepuk tangan meriah milik penonton menggaungkan kesuksesan festival film tahunan milik Kembang Gula ini. Dengan film-film yang menyenangkan, penonton diberikan kesempatan untuk tertawa dan mengekspresikan perasaan selama menonton bersama kawan, pasangan, atau kerabat mereka. Film Riwayatmu Kini menjadi penutup yang manis melalui dokumenter musik keroncong dibalut dengan sisipan-sisipan musikal yang apik.
“Harapannya jadi ruang untuk warga terhibur, tapi juga yang edukatif. Terus juga mempertemukan warga, jadi kan warga tuh bisa guyup. Kalau nonton film tadi lucu kita ketawa bareng, kalau kesel, kesel bareng, terus komentar,” tutup Fanny menyampaikan harapan dari gelaran FFM dalam wawancara bersama saya malam itu.
Penulis: Alifia Nur Aziza
Editor: Julia Tri Kusumawati