Akhir Oktober 2021 lalu, dunia pendidikan dihebohkan dengan kabar kepergian seorang mahasiswa saat menjalani pendidikan dan latihan dasar resimen mahasiswa (Diklatsar Menwa). Sebenarnya nama Menwa UNS sudah berganti menjadi Koprs Mahasiswa Siaga (KMS), tetapi hingga sekarang masyarakat dan sebagian besar mahasiswa UNS masih menyebutnya dengan Menwa UNS. Diklatsar tersebut langsung menjadi trending topic teratas di Twitter selama dua hari. Pasalnya, salah seorang peserta berinisial GE terpaksa meregang nyawa hingga akhirnya Diklatsar Menwa UNS viral di berbagai media sosial.
Hal tersebut tentu menimbulkan sebuah pertanyaan, apakah keamanan dalam unit kegiatan mahasiswa lain di kampus yang sama sudah terjamin? Seperti yang kita semua ketahui bahwa lumrah hukumnya melakukan suatu kegiatan dalam rangka menyambut anggota baru di kelompok tertentu. Namun, kegiatan yang berasal dari kampus tentunya harus dapat dipertanggungjawabkan berdasar alasan akademis. Jika sampai terjadi hal yang tidak diinginkan, bagaimana cara kampus menanganinya?
“Keberadaan Hotline diharapkan dapat membantu korban lainnya.”
Berdasarkan hasil wawancara yang dilaksanakan oleh Tim Riset LPM Kentingan UNS terhadap Mauliha Alifatin Eka Wardhani, Dirjen Pemberdayaan Perempuan BEM SV UNS, telah didapatkan hasil bahwa sejauh ini BEM SV bersama Aliansi Justice for Gilang masih terus mengawal perkembangan kasus GE. Hal itu dilakukan dengan mendesak pihak kampus untuk segera menyelesaikan kasus ini dengan seadil-adilnya. Selain mengawal, BEM SV juga masih sering berkunjung langsung ke kediaman almarhum Gilang untuk memberikan dukungan secara mental. Di samping itu, juga selalu berhubungan dengan salah satu anggota keluarga almarhum Gilang melalui WhatsApp. Setiap pekan juga ada jadwal pengiriman bunga dan lain-lain dari himpunan dan pihak alumni. Almarhum Gilang (GE) merupakan mahasiswa Kesehatan dan Keselamatan Kerja SV UNS sekaligus staf Dirjen Hubungan Eksternal BEM SV yang dikenal cukup dekat dengan teman-temannya
Setelah adanya kasus GE, BEM SV UNS berinisiatif membuat suatu layanan pengaduan kekerasan oleh Menwa maupun Ormawa lain yang ada di UNS. Akan tetapi dikarenakan BEM SV sudah mempunyai layanan Hotline Ruang Aman, pada akhirnya layanan tersebut dimultifungsikan menjadi pengawalan kasus, pendampingan psikologis, dan tempat cerita. Menurut Alifatin Eka, sejauh ini belum ada laporan terkait kasus kekerasan dalam ormawa selain kasus almarhum Gilang. Hal itu dimungkinkan karena memang belum banyak yang mengetahui terkait hotline ini atau belum adanya kekerasan yang terjadi di ormawa selain Menwa. Ini tentu menjadi menjadi pekerjaan rumah bagi BEM SV agar mahasiswa UNS tahu perihal Hotline Ruang Aman. Adapun terkait keamanan data mahasiswa yang melakukan pengaduan, BEM SV menjamin akan menjaga identitas pelapor. Jika memang membutuhkan pendampingan secara hukum maka akan diteruskan ke LBH terkait.
“Kami mengutuk keras segala bentuk tindak kekerasan dalam kampus.”
Tim Riset LPM Kentingan UNS juga melakukan wawancara dengan Firmansyah Adi Nugroho selaku Menteri Analisis Kampus dan Pendidikan Tinggi BEM UNS. BEM UNS menanggapi kasus meninggalnya Gilang dengan mengutuk keras tindakan kekerasan seperti ini. Pengawalan terhadap kasus ini akan terus dilakukan secara bersama-sama dengan membentuk Tim Evaluasi UKM untuk mengevaluasi Menwa UNS secara kelembagaan. Menurut Firman bahwa segenap elemen mahasiswa turut menginisiasi pembentukan aliansi sebagai wujud solidaritas dan langkah untuk mengawal kekerasan terhadap Gilang. Adapun aliansi tersebut terdiri dari BEM, Himpunan, dan Organisasi Mahasiswa Eksternal Kampus. Selain itu, BEM UNS juga terus melakukan gerakan pengawalan terhadap kasus ini selama tujuh hari berturut-turut dengan mengunggah infografis terkait kasus almarhum Gilang. Akhirnya didapati hasil bahwa hotline dan Instagram BEM UNS dihubungi oleh beberapa media, unggahannya banyak di-repost oleh berbagai elemen mahasiswa, serta mendapat undangan diskusi bersama media nasional.
Kasus meninggalnya Gilang juga membuka luka lama bagi beberapa alumni Menwa UNS yang mengaku pernah mendapati kekerasan fisik secara langsung beberapa tahun silam. Pengakuan dari beberapa alumni Menwa UNS tersebut juga sempat menjadi trending topic di Twitter. “Alumni Menwa UNS tersebut sudah melaporkan melalui direct message Instagram BEM UNS serta sudah dihubungi pihak kampus untuk dimintai keterangan lebih lanjut” tambah Firman. Terkait pendampingan yang diberikan BEM UNS yaitu sebagai fasilitator antara keluarga dengan pihak kampus agar keluarga GE mendapatkan pendampingan secara psikologis maupun pendampingan lainnya yang mungkin dibutuhkan.
Sehubungan dengan kasus GE maka dibentuklah hotline pengaduan kekerasan dalam kegiatan kemahasiswaan yang bisa dihubungi oleh seluruh mahasiswa UNS. Hotline tersebut dapat diakses melalui link yang sudah tersedia di Instagram BEM UNS atau bisa juga melalui direct message Instagram BEM UNS. Apabila diperlukan penanganan lebih lanjut maka akan diteruskan ke pihak LBH untuk ditindaklanjuti. Sementara itu, BEM UNS juga melindungi data diri pelapor sehingga keamanan dan kerahasiaan akan terjamin. “Karena hotline ini masih baru tentu belum banyak yang tahu keberadaannya. Hal itu dibuktikan dengan lebih seringnya laporan masuk melalui DM Instagram BEM UNS maupun Presiden BEM UNS secara langsung” pungkas Firman.
Harapannya dengan adanya riset yang dilakukan oleh LPM Kentingan UNS ini dapat membantu penyebarluasan informasi terkait adanya wadah pengaduan atau pelaporan (hotline) kekerasan di ormawa yang dibuat BEM UNS dan BEM SV UNS. Adapun tujuannya tentu agar dapat diketahui oleh seluruh elemen mahasiswa UNS. Akhir kata, kami berharap kasus kekerasan yang menimpa almarhum Gilang tidak terulang kembali dalam kegiatan ormawa lain di UNS. Kasus ini hendaknya menjadi pembelajaran bagi seluruh mahasiswa bahwa tindakan kekerasan berkedok pendidikan dasar dan tradisi turun temurun harus dihapuskan.
Penulis: Anggun Bella, Fikri Fadly Arkasala, dan Mukhlisah Nadya Isa
Editor: M. Wildan Fathurrohman