Huru-hara pemilihan rektor kampus tercinta mulai memasuki babak akhir dengan dilantiknya Prof. Hartono tempo lalu (8/8). Namun, kita masih ingat betul, bagaimana pada Maret 2023 lalu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dengan begitu saja membekukan Majelis Wali Amanat (MWA) UNS melalui Peraturan menterinya.
Pembekuan ini menggegerkan warga UNS, dibarengi dengan panasnya isu korupsi rektor saat itu. Ditambah lagi, status Prof. Sajidan sebagai rektor terpilih pada pemilihan rektor 2023 tiba-tiba saja dicabut. Kejadian ini semakin memperkeruh suasana, memicu berbagai spekulasi dan kritik tajam dari berbagai pihak. Imbasnya, kan, kita sebagai warga kampus ultraman, jadi malu kalau ada yang nanya: “Kampus kalian ada masalah, ya?” atau “PTN-BH punya otonomi penuh, kok, diatur-atur?”.
MWA sebagai lembaga tertinggi di lingkungan kampus yang seharusnya memegang penuh kendali atas proses pemilihan ini. Namun, realitanya dengan dalih adanya temuan cacat hukum di internal MWA oleh Itjen Kemendikbud Ristek, kekuasaan MWA “diambil alih” begitu saja oleh kementerian. Menteri yang seharusnya hanya memiliki 35% malah mengambil 100% suara.
Tak sedikit yang mengaitkan langkah ini dengan skandal korupsi yang diduga melibatkan Prof. Jamal Wiwoho kala itu. Prof. Jamal diperpanjang masa jabatannya walau usia sudah melewati batas. Hasil kisruh yang ruwet ini, sampai ada 2 guru besar yang dicabut gelarnya. Lagi-lagi ulah kementerian.
Lalu, sampai di pemilihan rektor kali ini. Harapan kita tentu proses dan hasilnya bisa lebih baik. Namun, tetap ada yang terasa aneh. Keterlibatan mahasiswa? Ah, cuma sebatas kotak aspirasi. Kotak yang mungkin isinya lebih banyak curhatan ketimbang ide konkret dan mungkin bahkan tidak dipertimbangkan.
Belum lagi cerita tentang bakal calon dari luar UNS, Prof. Warsito, yang entah bagaimana bisa nyasar ke sini dari FMIPA Universitas Lampung – Kementerian PMK. Keterlibatan calon dari luar ini bikin banyak orang berpikir, “Apa jangan-jangan pemerintah lagi-lagi mau ikut campur dalam urusan internal kampus?” Soalnya, Prof. Warsito ini begitu ambisius. Upaya Prof. Warsito demi masuk di jajaran elit UNS dari bikin akun Instagram khusus untuk kampanye, beli followers, sampai pakai adsense segala. Try hard banget, kan?
Tapi, Prof Warsito gugur setelah proses seleksi yang dilakukan MWA. Nah, ini yang bikin kita mulai bertanya-tanya, apakah ini tanda bahwa kewenangan MWA sudah benar-benar pulih? Atau, ada skenario lain yang sedang dimainkan?
Mendamba Pimrek yang Berdikari
Kita masih ingat, bagaimana gak enaknya dipimpin oleh orang pilihan pemerintah. Saat mahasiswa sibuk mengkritisi dan menggelar aksi untuk menyelamatkan demokrasi, eh rektorat malah nyuruh civitas akademika “main aman” dengan menggerakkan pemilu damai. Ironis memang, UNS dengan branding “Benteng Pancasila” tidak diperbolehkan menjaga demokrasi dan konstitusi oleh pejabatnya sendiri.
Kita juga masih ingat, bagaimana rektorat dengan seenaknya membatalkan Student Vaganza dan pemecahan Rekor MURI #UNSLESSPLASTIC di PKKMB 2023. Padahal, teman-teman panitia sudah mempersiapkan segala hal selama 3 bulan lamanya. Bayangin lho 3 bulan mengorbankan waktu dan tenaga terus dibatalkan sepihak, siapa yang gak kecewa?
Campaign yang digerakkan juga jelas, mengumpulkan sampah plastik supaya gak mencemari lingkungan. Bagaimana mau mewujudkan UNS Green Campus kalau kampanye seperti ini aja tidak diperbolehkan. Belum lagi dengan sampah-sampah yang sudah dikumpulkan panitia, manggala, dan peserta PKKMB, gimana nasibnya?
Hal-hal di atas baru sebagian kecil dari konsekuensi punya rektor yang gak dipilih lewat jalur yang benar. Ketidakpercayaan kita terhadap hasil pemilihan rektor ini bukan cuma soal siapa yang duduk di kursi terhormat itu, tapi juga seberapa besar dampaknya ke kehidupan kita sehari-hari di kampus. Kalau rektornya dipilih tanpa proses demokratis dan banyak ditunggangi kepentingan, ya jangan heran kalau nanti banyak keputusan yang gak nyambung sama kebutuhan mahasiswa.
Tahniah, Prof. Hartono!
Setelah semua keramaian ini, akhirnya Prof Hartono terpilih jadi rektor lewat jalur yang benar. Dari segi prestasi akademik, indeks H-Scopus, dan pengalaman, beliau bukanlah yang terbaik di antara para calon. Tapi, Prof Hartono merupakan calon terkaya. Lebih dari itu, beliau satu-satunya calon yang latar belakang pendidikannya dari UNS sendiri. Apakah unsur “putra daerah” membuat beliau punya daya tarik tersendiri?
Namun, (mungkin saja) yang membuat beliau menang adalah visi dan misinya yang dianggap paling relevan, atau (mungkin juga) karena jawaban-jawabannya saat uji publik yang memukau panelis. Tapi, ada hal menarik lain: Prof Hartono adalah satu-satunya dari tiga calon yang tidak menandatangani Nota Kesepahaman dengan mahasiswa pada pemilihan rektor sebelumnya yang kontroversial.
Perlu diketahui, nota kesepahaman itu dirancang oleh seluruh unsur mahasiswa UNS. Nota ini terdiri dari beberapa poin yang intinya mahasiswa menuntut jaminan perbaikan dan aksesibilitas fasilitas kampus, pembebasan beberapa biaya tambahan, transparansi keuangan, dukungan kegiatan, keamanan, serta perlindungan hak asasi tanpa kenaikan UKT dan IPI, dengan ruang diskusi publik yang terbuka. Jadi, misalnya nanti hal-hal tersebut tidak berjalan ya mahasiswa gak punya dasar kuat untuk bisa menuntut, toh gak ada pakta yang ditandatangani.
Dan ke mana perginya Prof Sajidan, kenapa beliau tidak mencalonkan diri lagi? Apakah beliau menerima tuduhan kecurangan seperti yang dilontarkan? Atau beliau sudah pasrah dengan keadaan? Publik gak diberi akses untuk mengetahui proses pemilihan suara di internal MWA. Jadi, transparansi masih perlu disoroti.
Setumpuk Tanggung Jawab Usang
Prof. Hartono datang dengan konsep DREAMTEAM-nya, yang merupakan singkatan dari Digital, Research, Education, Autonomous, Modern, Together, Equilibrium, Active, dan Manpower. Sepertinya beliau punya banyak rencana buat UNS. Ia mau bikin tata kelola kampus jadi lebih modern dan berbasis teknologi.
Dalam riset, ia ingin meningkatkan kualitas dengan mengajak kolaborasi para peneliti internasional dan dunia industri, biar hasilnya bisa benar-benar bermanfaat buat masyarakat. Di bidang pendidikan, ia menargetkan supaya pembelajaran lebih mutakhir dengan teknologi baru dan mendorong akreditasi internasional. Soal otonomi, Hartono berencana memaksimalkan aset kampus dan mencari sumber pendanaan alternatif biar UNS bisa mandiri. Sarana prasarana juga gak luput dari perhatian, ia ingin alat-alat pembelajaran dan riset terus diperbarui dan modern.
Komunikasi dan sinergi antar warga kampus bakal diperkuat dengan dialog rutin, budaya lokal juga bakal terus dipertahankan sebagai landasan pengelolaan kampus. Di bidang kerjasama, ia ingin UNS aktif terlibat dengan perguruan tinggi dan industri luar negeri, serta memperluas jaringan kerjasama. Terakhir, ia juga mau meningkatkan kualitas SDM kampus lewat sertifikasi, pelatihan, dan sistem remunerasi yang lebih adil dan berbasis kinerja.
Namun, apakah janji-janji ini benar-benar bisa menjawab semua masalah yang sudah menumpuk selama kepemimpinan Prof. Jamal Wiwoho?
Saat Prof. Jamal memimpin, banyak kritik muncul tentang buruknya pemanfaatan fasilitas kampus. Menurut riset LPM Kentingan pada Maret 2023, mahasiswa sering banget mengeluh soal ruang kelas yang sempit, AC yang sering mati, masalah internet, dan transportasi umum yang minim di dalam kampus.
Warga-warga kampus cabang UNS seperti Kampus Ngoresan, Kampus Manahan, Kampus Mesen, Kampus Kleco dan Pabelan juga sering mengeluhkan jomplangnya fasilitas dengan Kampus Pusat Kentingan. Keluhan-keluhan ini jelas menggambarkan banyak mahasiswa merasa tidak puas dengan fasilitas kampus. Ini jadi PR besar buat rektor baru.
Gak cuma itu, persentase lulusan UNS yang langsung dapat kerja, lanjut studi, atau jadi wiraswasta malah turun pada tahun 2021. Sudah gak nyampe target, lebih buruk pula dari tahun 2020. Usaha buat dapet akreditasi internasional untuk program studi di UNS juga gak sesuai harapan.
Belum lagi masalah anggaran. Kinerja anggaran untuk Pelaksanaan RKA-K/L pada tahun 2021 juga gak sesuai target, walaupun masih di atas batas minimal. Ini juga harus jadi perhatian serius buat kepemimpinan baru.
DREAMTEAM Hartono memang kelihatan menjanjikan, tapi rencana tinggal rencana kalau gak ada eksekusi yang nyata. Semua tantangan yang dihadapi ini gak bakal selesai cuma dengan perencanaan strategis yang keren di atas kertas.
Jadi, apakah DREAMTEAM ini benar-benar bisa menyelesaikan masalah yang belum diselesaikan Prof. Jamal dan bawa perubahan nyata buat UNS? Waktu yang akan menjawab
***
Besar harapan, rektor terpilih yang sudah dilantik ini benar-benar direstui oleh orang-orang di atas sana. Atau, jangan-jangan kita akan kembali menyaksikan drama penunjukkan rektor? Kalau iya, siap-siap aja, untuk adik-adik maba mau pun kakak-kakak semester tua, duduk manis sembari menikmati pertunjukkan yang tersaji.
Di UNS, drama belum berakhir. Kita tunggu saja kelanjutannya.
Penulis : Dioziando Wirabuana Pratama
Editor : Dhiazwara Yusuf Dirga A, Orbit Varasta Prakosa