Foto: Bagaskoro/LPM Kentingan

Dialog Terbuka: Sarana Penyampaian Aspirasi Mahasiswa Kepada Calon Rektor

Di tengah bising pembangunan yang ada di sekitar Gelora Pendidikan FKIP, Jumat (4/11) sejumlah mahasiswa dari berbagai fakultas berkumpul untuk menemui dan berdialog dengan tiga guru besar lintas disiplin yang saat ini tengah berkontestasi pada pemilihan rektor UNS. Dialog ini digelar oleh aliansi BEM se-UNS dan DEMA se-UNS untuk mewadahi mahasiswa agar dapat menyampaikan aspirasinya secara langsung di hadapan para calon rektor.

 

Dialog dibuka dengan pembacaan aspirasi mahasiswa yang telah terhimpun sebelumnya oleh Shoffan Mujahid, Presiden BEM UNS. Terdapat 6 poin besar yang dianggap mewakili keresahan mahasiswa ialah kesejahteraan mahasiswa, sarana dan prasarana, mimbar bebas akademik, internasionalisasi UNS, ruang aman, dan birokrasi dan pelayanan akademik. Kemudian, dialog terbuka dilanjutkan dengan mendengarkan tanggapan dari calon rektor dengan waktu 10 menit untuk setiap calon.

 

Poin besar tersebut membawahkan permasalahan yang lebih rinci. Salah satunya soal SPI nol rupiah dan kuota mandiri yang ditanggapi berbeda oleh setiap calon. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, yang saat ini masih menduduki kursi Dekan Fakultas Hukum, berani mengusahakan SPI nol rupiah dengan skema tertentu, sementara salah satu calon rektor yang juga merupakan Direktur Rumah Sakit UNS, Hartono mengatakan pihaknya bisa mengusahakan SPI nol rupiah apabila universitas melakukan transformasi bisnis. “Hal tersebut tentu memerlukan waktu yang tidak sebentar,” jelas Hartono. Lain halnya dengan dua calon sebelumnya, Sajidan tidak menegaskan sikapnya terhadap SPI nol rupiah secara eksplisit, alih-alih dirinya hanya menjelaskan pembagian RKAT tahun ini.

 

Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) merupakan hal yang menjadi perhatian mahasiswa, karena sejak kebijakan tersebut diteken 3 tahun lalu telah banyak menuai kontroversi. Biaya pendidikan yang semakin tinggi dirasa tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas sarana dan prasarana kegiatan belajar mengajar. Isu ini lantas menjadi seksi untuk dibahas para calon rektor demi meningkatkan kepercayaan publik. 

 

Diskusi berlangsung selama hampir 2 jam dan sempat terjeda karena gerimis yang merintik. Agenda dengar tanggapan calon rektor dan tanya jawab kemudian dipindah ke aula sekretariat BEM FKIP.  “Setiap calon masih cenderung normatif dan cari aman dalam menanggapi aspirasi-aspirasi yang masuk,” ungkap Adestra, salah satu peserta yang hadir dalam dialog terbuka.

 

Hilmy, selaku perwakilan koordinator dialog terbuka, mengapresiasi para calon rektor yang telah meluangkan waktu untuk datang meskipun diterpa isu bahwa dialog akan diatur ‘keos’. “Walaupun mahasiswa bukan voters, akan tetapi dengan adanya dialog seperti ini mahasiswa menjadi kenal lebih dekat dengan calon rektornya. Selain itu, dialog terbuka dengan calon rektor dapat menjadi pertimbangan MWA UM dalam memilih calon rektor nantinya,” ungkap Hilmy.

 

Senada dengan Hilmy, ketiga calon rektor sepakat bahwa diskusi ini merupakan hal yang positif dan membawa preseden baik untuk iklim diskusi mahasiswa kedepannya. “Bagus (dialognya), saya mengapresiasi apa yang telah disampaikan oleh para mahasiswa. Teman-teman mahasiswa punya pemikiran maju ke depan, sehingga ketika nanti menjadi rektor, saya bisa melaksanakan apa yang telah disampaikan oleh mahasiswa. Nantinya, selain menjadi world class university, pelayanan kepada mahasiswa juga akan baik,” ujar Sajidan saat ditemui oleh LPM Kentingan UNS usai acara dialog terbuka.

 

Ditemui di tempat lain, Ayu mengatakan dialog terbuka seperti ini bagus untuk partisipasi publik. “Dalam menentukan kebijakan publik wajib ada partisipasi publik, apalagi ini pesta demokrasi memilih pemimpin UNS ke depan. Oleh karena itu, forum ini merupakan sarana untuk mahasiswa menyampaikan aspirasinya dan menjadi pertimbangan kebijakan rektor terpilih nantinya,” beber Ayu.

 

Begitu pula dengan Hartono yang meyakini secara positif iklim mahasiswa yang berlangsung saat ini, “Diskusi semacam ini bagus, dan saya sudah sering melakukannya saat dulu menjadi dekan di FK. Hal-hal yang menyangkut hajat hidup mahasiswa memang butuh didiskusikan dan kuncinya adalah komunikasi,” ujar Hartono. 

Diskusi berlangsung selama hampir 2 jam dan sempat terjeda karena gerimis yang merintik. “Setiap calon masih cenderung normatif dan cari aman dalam menanggapi aspirasi-aspirasi yang masuk” ungkap Adestra, salah satu peserta yang hadir dalam dialog terbuka.

 

Dialog terbuka dengan para calon rektor sedianya diakhiri dengan penandatanganan nota kesepahaman oleh setiap calon rektor dan satu perwakilan mahasiswa. Namun, para calon rektor meminta waktu untuk mempelajari poin-poin pada nota kesepahaman. Selanjutnya, dijadwalkan pertemuan kembali antara para calon rektor dengan mahasiswa pada Selasa, 8 November 2022, untuk membahas dan menandatangani nota kesepahaman.

 

Penulis: Mardhiah N. Lathifah dan Bagaskoro

Editor: Sabila Soraya Dewi