Denda Perpustakaan: Perlukah dari Lima Ratus Menjadi Lima Ribu?

Oleh: Tim Riset 2 Magang

Nominal baru denda perpustakaan UNS yang diberlakukan sejak tanggal 1 November 2105 ditetapkan menjadi lima ribu rupiah per hari per eksemplar. Jika dibandingkan dengan nominal denda sebelumnya yang hanya lima ratus rupiah per hari per eksemplar, maka dapat diasumsikan bahwa pemberlakuan denda dengan nominal yang baru tersebut memiliki arti dan dampak tersendiri bagi perpustakaan UNS juga para mahasiswa.

Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan oleh Tim Riset LPM Kentingan mengenai pemberlakuan kebijakan baru terkait nominal denda keterlambatan pengembalian buku di Perpustakaan Pusat UNS, dapat diketahui bahwa sebanyak 75,3% responden mengatakan tidak setuju dengan pemberlakuan kebijakan baru tersebut. Di sisi lain sebanyak 15,3% responden mengatakan sebaliknya, yaitu mereka setuju dengan pemberlakuan kebijakan denda dengan nominal baru tersebut.

Adanya pemberlakuan denda dengan nominal baru di Perpustakaan Pusat UNS memang telah banyak diketahui oleh para responden. Hal itu dibuktikan oleh 81,4% responden yang mengaku telah mengetahui tentang pemberlakuan denda dengan nominal baru tersebut. Terkait dengan sosialisasi yang dilakukan langsung oleh pihak Perpustakaan Pusat UNS, sosialisasi berupa pemberitahuan kebijakan baru tersebut hanya efektif bagi 32,9% responden. Sebanyak 38% responden mengatakan bahwa mereka mendapatkan informasi tentang pemberlakuan denda dengan nominal baru tersebut dari teman sesama mahasiswa. Pihak Perpustakaan Pusat UNS dianggap belum maksimal dalam melakukan sosialisasi terkait pemberlakuan denda dengan nominal baru oleh 85,1% responden.

Dalam pemberlakuan kebijakan denda yang baru, sebanyak 56,5% responden menilai kebijakan tersebut tidak sesuai dengan budaya ACTIVE UNS. Selain itu besarnya nominal denda baru, dirasa memberatkan mahasiswa oleh 83,7% responden. Hanya 8,8% responden saja yang merasa bahwa nominal denda yang baru, yaitu lima ribu rupiah per hari per eksemplar, tidak memberatkan bagi mahasiswa.

Peningkatan nominal denda yang cukup besar, yaitu mencapai 10 kali lipat dari nominal denda sebelumnya, diharapkan dapat membuat Perpustakaan Pusat UNS berupaya untuk memberi lebih, misalnya dengan meningkatkan koleksi buku-bukunya. Namun sebanyak 88,3% responden mengatakan tidak ada peningkatan koleksi buku Perpustakaan Pusat UNS sesudah diberlakukannya kebijakan denda baru. Padahal 81,4% responden menyatakan bahwa kebutuhan mereka akan buku-buku belum tercukupi dengan koleksi buku yang ada di Perpustakaan Pusat UNS selama ini. Mereka mengaku bahwa buku-buku yang memuat bahan atau materi yang mereka cari terkadang belum tersedia di Perpustakaan Pusat UNS. Selain itu, sebanyak 86,7% responden mengatakan bahwa tidak ada peningkatan fasilitas Perpustakaan Pusat UNS setelah pemberlakuan kebijakan denda yang baru. Lebih lanjut, 67,6% responden menyatakan bahwa mereka tidak puas dengan fasilitas yang ada di Perpustakaan Pusat UNS sekarang ini, sedangkan 32,4% responden mengaku puas.

Meski kurang berdampak pada peningkatan koleksi buku dan fasilitas yang ada, sebanyak 48,5% responden berpendapat bahwa kebijakan denda dengan nominal yang baru mampu secara efektif mengurangi keterlambatan pengembalian buku di Perpustakaan Pusat UNS. Pasalnya, pemberlakuan kebijakan denda yang baru dapat membuat 72,7% responden lebih disiplin dalam mengembalikan buku pinjamannya. Ketika ditanya apakah muncul perasaan takut untuk meminjam buku di Perpustakaan Pusat UNS setelah diberlakukan kebijakan denda baru, sebanyak 47,3% responden menjawab iya, sedangkan 38,6% responden menjawab tidak. Sisanya yaitu 9,1% menjawab netral atau diantara takut & tidak takut, dan 4,9% mengungkapkan muncul perasaan lainnya, seperti menjadi malas untuk meminjam buku, merasa cemas ketika meminjam lebih dari satu buku, dan lain-lain. Di samping beberapa efek yang ditimbulkan tersebut, baik positif maupun negatif, sebanyak 62% responden menyatakan bahwa kebijakan denda dengan nominal yang baru, yaitu lima ribu rupiah per hari per eksemplar, tidak perlu untuk diberlakukan. Di sisi lain, 25,1% responden menyatakan perlu untuk memberlakukan kebijakan denda baru tersebut, dan 12,9% menyatakan netral dengan kebijakan baru dari Perpustakaan Pusat UNS tersebut.

Saran dari Mahasiswa

Mengingat perpustakaan sebagai pusat mahasiswa mencari referensi untuk materi perkuliahan maupun materi kegiatan pembelajaran dan pengembangan lainnya, mahasiswa menyarankan agar pihak kampus berbenah dan menerapkan kebijakan yang merefleksikan perpustakaan sebagai pusat kegiatan belajar mahasiswa secara mandiri. “Saran saya, untuk pemberlakuan kebijakan baru ini mungkin harus dikaji kembali, apakah dengan adanya kebijakan baru ini dapat lebih membuat mahasiswa tertib dalam mengembalikan buku atau malah menurunkan minat mahasiswa untuk meminjam buku di perpustakaan,” tutur mahasiswa Agribisnis angkatan 2014, Iin Endya Hannavi.

Terkait jumlah dana dari denda yang terkumpul, mahasiswa menuntut untuk memperjelas ke publik penggunaan dana tersebut. “Transparansi uang denda yang selama ini sudah terkumpul lebih baik diumumkan ke publik, sehingga kita bisa tahu uang itu untuk apa saja. Kalau untuk membangun gedung perpustakaan yang baru bukannya sudah ada anggaran sendiri ya? Kok minta tambahan dari uang denda?” tuntut Zahra Nur, mahasiswa Sosiologi UNS angkatan 2014.

Pemberlakuan suatu kebijakan kampus, termasuk kebijakan dalam perpustakaan, sebaiknya tetap mendengarkan aspirasi mahasiswa, karena jelas mahasiswa akan terkena dampak dari kebijakan tersebut. Jangan sampai kebijakan tersebut diberlakukan tanpa mempertimbangkan kepentingan mahasiswa.

Jumlah Responden : 296 Mahasiswa
Teknik Sampling : Incidental Sampling
Margin of Error : 0,102%
Populasi : Mahasiswa Aktif UNS
Tanggal Pengambilan : 17 s.d. 21 Desember 2015

1

1

1

1

1

1

1

1