Judul : Children of Men
Tahun Rilis : 2006
Sutradara : Alfonso Cuarón
Pemain : Clive Owen, Julianne Moore, Clare-Hope Ashitey, Michael Caine, Chiwetel Ejiofor
Genre : Dystopian Science Fiction
Bagaimana jika Tuhan telah berbaik hati meramalkan terjadinya kiamat melalui kehancuran manusia? Diadapatasi dari novel berjudul sama karya P.D James, Children of Men dianggap sebagai film bertema distopia terbaik yang pernah dibuat. Mengambil latar waktu tahun 2027, film ini menceritakan tentang masa depan yang penuh dengan kekacauan. Manusia dibayangi-bayangi kepunahan karena sudah tidak mampu lagi melanjutkan keturunan. Tidak ada lagi wanita hamil. Seluruh umat manusia mengalami kemandulan tanpa sebab. Sampai akhirnya terjadi sesuatu yang mengembalikan harapan manusia.
Dibuka dengan pemberitaan kematian manusia termuda di dunia, Baby Diego, yang berusia 18 tahun 4 bulan. Adegan yang diselimuti atmosfer keharuan tersebut tiba-tiba dikagetkan oleh sebuah ledakan bom. Melalui adegan pembukaan yang tak lebih dari dua setengah menit tersebut, penonton diajak untuk berpikir bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan dunia di masa depan. Adalah seorang mantan aktivis, Theo (Clive Owen), yang kemudian akan membawa penonton melihat dunia yang hampir tanpa harapan ini.
Diculik oleh sebuah organisasi teroris pembela hak imigran “The Fishes” yang dipimpin oleh mantan istrinya Julian (Julianne Moore), Theo diminta untuk memberikan dokumen perlintasan dan ikut mengawal Kee (Clare-Hope Ashitey), seorang imigran kulit hitam yang tengah hamil menuju Human Project. Permintaan tersebut ternyata tak semudah yang Theo pikirkan. Di tengah perjalanannya mengantarkan Kee menuju kapal misterius Tomorrow milik Human Project, terjadi pemberontakan terhadap Julian oleh anggota The Fishes yang menginginkan bayi di kandungan Kee sebagai alat untuk menekan kekuasaan pemerintah. Sepeninggalan Julian, The Fishes mengejar Theo dan Kee hingga ke penampungan imigran gelap. Berhasilkah Theo mengantarkan Kee menuju Human Project?
Children of Men adalah film yang dibuat oleh Alfonso Cuarón beberapa tahun sesudah Harry Potter and The Prisoner of Azkaban dan sebelum Gravity yang mengagumkan itu. Dua film tersebut dan juga Children of Men menunjukkan bahwa Cuarón bukanlah sutradara yang suka membuang-membuang durasi dengan adegan-adegan percuma. Dengan durasi sekitar 110 menit, setiap adegan dalam Children of Men terasa sangat intens. Ditambah lagi sebagian besar adegan yang direkam dengan menggunakan teknik handheld dan long take ini membuatnya benar-benar terasa nyata.
Dari segi cerita Children of Men menawarkan alternatif yang berbeda dari film-film ber-setting masa depan lainnya. Masa depan dalam dunia rekaan Cuarón bukanlah masa yang futuristik, penuh dengan kemewahan dan kecanggihan teknologi. Dalam film ini, Inggris, salah satu dari sedikit negara dengan pemerintahan yang masih berfungsi sehingga menjadi tujuan para imigran gelap, digambarkan sebagai kota yang suram, ruwet dan kumuh. Begitu pun dengan kondisi penampungan para imigran gelap yang tak ubah layaknya Afghanistan pasca perang. Cuarón pun juga tidak menggunakan pendekatan sebab-akibat untuk membuat penonton mudah memahami kondisi di dunia masa depan miliknya tersebut. Tak jelas apa sebab manusia-manusia menjadi infertil, namun Cuarón dengan detil memvisualisasikan akibat yang ditimbulkan dari masalah tersebut. Melalui tayangan di LED TV, gambar di koran ataupun dialog para karakternya, Cuarón menggambarkan apa yang terjadi selama 18 tahun kemandulan manusia. Sosok bayi Kee pun menjadi gambaran harapan baru manusia selama 18 tahun tersebut.
Masuk ke dalam nominasi Best Adapted Screenplay, Best Cinematography dan Best Film Editing dalam Academy Awards 2007 membuktikan bahwa Children of Men merupakan sajian yang berkualitas baik dari cerita maupun sinematografi. (Nurhayati)