Oleh : Rizki Firdaus
“Internet tak mengubah makna tentang keperluan informasi yang bermutu. Maksudnya, agar masyarakat bisa mengambil keputusan bermutu buat mengatur kehidupan mereka. Artinya, bila orang hendak memanfaatkan internet –dari Facebook sampai Change.org, dari YouTube sampai Twitter—buat membela hak mereka, mau tak mau, mereka harus belajar menulis dengan baik.” – Andreas Harsono dalam Belajar Menulis pada Zaman Internet.
Andreas mengatakan dalam Belajar Menulis pada Zaman Internet. “Internet bisa dipakai untuk memperjuangkan hak asasi manusia. Bila wartawan tak mau menghabiskan waktu guna bantu seorang gadis muda dipukuli mantan pacarnya, dia bisa menulis dan memakai internet guna memperjuangkan haknya. Selain itu, fungsi penting lain yang dimiliki internet sudah tentu dipakai buat menyebarkan kebencian. Internet tak berbeda dengan media apapun: cetak, radio, televisi. Ia bisa dipakai mencari kebenaran tapi juga bisa menyebarkan kebohongan.”
Internet di Indonesia sekarang sedang tenar-tenarnya. Menurut survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), data statistik pengguna internet di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 132,7 juta pengguna atau sekitar 51,5% dari total jumlah penduduk Indonesia sebesar 256,2 juta jiwa.
Negara kita katanya menganut paham demokrasi, jadi sekiranya cukup memberikan kesan keleluasaan dalam berekspresi dan menyuarakan pendapat. Sarana masyarakat berekspresi dan menyuarakan pendapat sekarang biasa melalui media sosial. Biasanya dengan menulis sebuah status sehingga bisa dibaca banyak orang. Media sosial memudahkan semua orang untuk bercerita sambil sedih atau sambil bercanda. Jadi enggak cuma politisi-politisi yang biasanya muncul di tipi karena sedang dalam masalah atau baru mau bikin masalah saja yang bisa eksis berpendapat. Masyarakat bahkan kaum marjinal pun sekarang enggak perlu repot-repot pentas komedi di jalanan dulu untuk bikin klarifikasi sampai nantinya ditonton banyak orang.
Salah lainnya tentang cara berpendapat di media sosial adalah dengan menulis opini di kolom komentar suatu posting-an. Para pengguna internet di Indonesia dan mereka (orang-orang yang menulis di kolom komentar) punya julukan tersendiri. Netizen. Julukan ini tidak semata-mata hadir karena eksistensi mereka di internet atau kolom komentar saja, tetapi karena punya pengaruh yang hebat. Saking hebatnya, menilik hasil survei APJII di atas tadi kalau seandainya netizen bikin partai, hasil 51,5% suara sudah pasti diraih dan pemilu bagi mereka itu nonsense. Hebat yang lainnya, gara-gara netizen, seorang perempuan biasa dengan tato bunga di tangan mendadak tenar dan punya banyak endorse-an. Gara-gara netizen lagi, akun Lambe Turah sekarang lebih banyak pembacanya ketimbang media daringnya para jurnalis kawakan.
Kok netizen bisa gitu ya?
Oiya, mau menapak tilas dong ke bagian negara kita yang demokrasi itu masih katanya loh. Lalu tentang keleluasaan berekspresi dan berpendapat juga baru sebatas kesan. Berhubung yang menulis ini kebetulan sedang belajar di Fakultas Hukum, sekadar mengingatkan walaupun jari kamu-kamu sekalian jauh lebih baik dipakai nulis di kolom komentar daripada sibuk penasaran menggali tambang minyak. Unchh. Mungkin lebih baik lagi komentar kamu enggak buru-buru dituangkan dalam tulisan. Apa yang kamu tulis berpeluang besar bisa memengaruhi cara berpikir orang yang membacanya nanti. Bahkan bisa-bisa kamu jadi public enemy. Enggak terlalu masalah sih kalau nantinya banyak dapat endorse-an. Nulislah yang baik-baik. Daripada tercyduk dan enggak jadi nikah sama si dia.
Mungkin kamu-kamu sekalian enggak sependapat sama tulisan ini, tetapi habis ini kamu pasti langsung buka media sosial terus baca kolom komentar. Hehehe.[]
Rizki Firdaus
Mahasiswa Fakultas Hukum 2016