Kapan kamu lulus?
Kapan kamu wisuda?
Juli atau Agustus?
Tetangga kita sudah.
—Titik Terendah/Titik Tertinggi oleh Laze
Banyak orang tua di Indonesia membanggakan gelar sarjana yang didapat anaknya. Tidak jarang mereka sampai memburu-buru anaknya untuk menyelesaikan studi meskipun lebih ke alasan ekonomis. Begitu pula dengan sang anak, gelar sarjana menjadi kebanggaan tersendiri. Entah karena bersemangat untuk mendapatkan gelar sarjana atau sudah lelah dengan urusan perkuliahan, banyak mahasiswa berhasrat untuk lulus tujuh semester.
Gelar sarjana seolah-olah menjadi perlombaan dan menambah semester adalah sebuah hal yang patut dihindari. Padahal tidak selamanya menambah semester adalah hal yang buruk. Ada yang menambah semester karena sedang menjabat sebagai presiden BEM, fokus dengan karier lainnya, atau menjadi pemred di sebuah Lembaga Pers Mahasiswa.
Masa kuliah merupakan waktu bagi para mahasiswa untuk mengeksplorasi dunia sebelum terjun ke lapangan kerja. Nilai kuliah yang hanya sampai 4 memiliki alasan yaitu nilai 5 sampai 10 dapat dicari di luar perkuliahan. Sebagai mahasiswa, kita punya waktu untuk mengeksplorasi minat dan bakat. Hal tersebut juga berguna sebagai pendukung gelar sarjana nantinya.
Hal ini karena faktanya, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2022, tingkat pengangguran Indonesia mencapai 5,83% dari total penduduk usia kerja dan 14% dari angka tersebut diisi oleh lulusan diploma dan strata 1 (S-1). Hal ini membuktikan masih banyak sarjana yang susah diterima di pasar tenaga kerja.
Banyaknya fresh graduate sulit mencari kerja bisa saja disebabkan karena dia kurang menguasai ilmu yang telah dipelajari, baik secara akademis maupun praktis. Menyelesaikan skripsi dan menguasai ilmu yang telah dipelajari selama empat tahun merupakan hal yang berbeda. Banyak mahasiswa saat ini menyelesaikan skripsi hanya sebagai syarat kelulusan, bukan sebagai penerapan ilmu yang telah mereka pelajari.
Padahal program sarjana berdasarkan Pasal 18 Ayat 2 UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, bertujuan untuk menyiapkan mahasiswa menjadi intelektual dan/atau ilmuwan yang berbudaya, mampu memasuki dan/atau menciptakan lapangan kerja, serta mampu mengembangkan diri menjadi profesional. Berlandaskan pasal tersebut, sudah jelas bahwa program sarjana utamanya bertujuan menciptakan intelektual yang kelak ilmunya membawa dampak bagi lingkungan sekitar. Jika tujuan utamanya sudah tercapai, akan mudah untuk memasuki atau menciptakan lapangan kerja.
Gelar sarjana tepat waktu bukan jaminan untuk cepat mendapatkan pekerjaan. Pemahaman ilmulah yang menjadi hal utama dalam mencari pekerjaan. Gelar sarjana bukanlah sebuah ajang balapan. Tidak perlu berlomba-lomba untuk menjadi sarjana, nikmatilah waktu-waktu sebagai mahasiswa. Cepat bukan berarti akan sukses dan pintar. Lama juga bukan berarti akan gagal dan bodoh.
Carilah ilmu dan pengalaman sebanyak-banyaknya saat menjadi mahasiswa karena sarjana hanya gerbang awal untuk menghadapi “tikus-tikus” kehidupan. Kesuksesan kalian tidak diukur dari seberapa cepat menjadi sarjana, melainkan seberapa berguna ilmu yang telah kalian peroleh.
Selamat Hari Sarjana Nasional!
Penulis: Bagaskoro
Editor: Tamara Diva Kamila