(Oleh: Ririn Setyowati)
Iming-iming hadiah berupa Potongan UKT bagi para pemenang tak kunjung ada wujudnya. Dua tahun sudah gelaran OSM menyeret beban. Gelut sengketa antara pemenang, panitia hingga pihak mawa masih berlanjut dan semakin kusut.
BUAH MANIS kemenangan Theresia Budi Listyawati di ajang Olimpiade Sebelas Maret (OSM) ternyata tak bisa langsung ia rasakan. Pasca dinyatakan memenangi cabang olahraga bulutangkis, ia senang sebentar, sehabis itu kebingungan. Menurut janji panitia, para pemenang akan dihadiahi potongan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Namun, dua tahun berlalu, hadiah tak kunjung tampak. Theresia nyaris pasrah.
Seharusnya mahasiswi Ilmu Komunikasi itu menerima hadiahnya saat malam puncak gelaran Festival Apresiasi Mahasiswa (FAM) 2016. “Itu ternyata juga simbolis doang, cuma gabus. Seingatku, sertifikatnya juga nggak langsung turun.”
Proses penyerahan sertifikat kepada pemenang juga menyita waktu berbulan-bulan, Theresia mengatakan, ia harus terus menagih janji hadiah pada panitia lewat grup Whatsapp. Sejak saat itulah, Theresia merasa ada ketidakberesan ihwal hadiah OSM ini.
Mulanya, memang ia tak menyangka bahwa hadiah untuk tiap individu adalah pemotongan UKT. Karena baginya, tak mungkin ada hadiah semacam itu. Sebab dalam pamflet OSM 2016, hanya dikatakan bahwa hadiahnya berupa “jutaan rupiah”.
“Aku tanya, ini hadiahnya gimana? Panitia jawab, katanya, nanti ditukar sama voucher pemotongan UKT.” Theresia dan para pemenang yang lain kemudian dimasukkan di grup WhatsApp untuk diberikan informasi terkait prosedur pengajuan keringanan UKT.
Namun karena pemberian informasi yang menurut Theresia kerap tak utuh, malah menciptakan ketidakjelasan dan kebingungan para pemenang pasca OSM 2016 berakhir.
Keraguan dan kebingungan Theresia justru terjawab oleh pengalaman pribadinya sebagai atlet bulutangkis. “Kebetulan di tahun yang sama [2016] aku juara di Banten. Barulah disitu aku tahu kalau pemenang kejuaraan bisa mengajukan keringanan UKT ke pihak kampus.”
Karena tak kunjung mendapat kejelasan perihal hadiah pemotongan UKT dari OSM 2016, Theresia akhirnya bergerak sendiri.
Dengan membawa sertifikat kejuarannya di Banten, ia mulai mengurus proses administrasi pengajuan keringanan UKT. “Ternyata ngurus begitu [pengajuan keringanan UKT] memang ribet banget. Ngumpulin sertifikat, foto-foto kejuaraan, harus tiga kali bolak-balik mawa, belum lagi kalau ada revisi.” Namun usahanya tidak sia-sia. Keringanan UKT akhirnya bisa ia dapatkan. Meski di sisi lain, Theresia harus merelakan sertifikat OSM 2016 miliknya hangus karena pengajuan keringanan UKT hanya berlaku untuk satu hadiah keringanan UKT.
Sejak saat itu, Theresia memutuskan keluar dari grup WhatsApp pemenang OSM 2016. Kabar terakhir yang ia ketahui adalah hilangnya berkas pengajuan keringanan UKT pemenang OSM 2016 di Kemahasiswaan (Mawa) UNS. Permasalahan itu membuat para pemenang harus mengumpulkan kembali berkas-berkas pengajuan keringanan UKT kepada panitia OSM 2016. Namun, hingga saat ini tidak ada kejelasan terkait sampai di mana berkas ini diproses. Bahkan saat ini banyak pemenang yang sudah lulus.
Cerita Lama Berulang Kembali (CLBK)
Tahun berikutya, OSM digelar lagi. Kali ini dengan manajemen yang sedikit berbeda. OSM yang dahulunya dikepalai langsung oleh ketua Festival Apresiasi Mahasiswa – sekarang bernama Festival Seni dan Budaya (Fesenbud), pada tahun 2017, OSM diputuskan mempunyai kepanitiaan sendiri.
Mengetahui sengketa OSM 2016 yang belum sepenuhnya rampung. BEM UNS beserta panitia melakukan upaya menemui perwakilan-perwakilan UKM olahraga guna meminta evaluasi baik dan buruk OSM 2016 sebelum OSM 2017 digelar. Ketua UKM bulutangkis saat itu tak dapat hadir sehingga Theresia ditunjuk untuk menggantikannya hadir dalam pertemuan tersebut.
“Aku datang dan sudah bilang enggak usah ada hadiah keringanan UKT lagi. Ribet.” Ia bahkan mengusulkan sebaiknya pendaftaran OSM berbayar saja. Baginya tak apa hadiah uang tunai barang seratus dua ratus ribu, “…yang penting ujungnya jelas,” katanya. Akhirnya pertemuan tersebut disudahu dengan janji bahwa kesalahan OSM 2016 diperbaiki, sehingga OSM 2017 akan terlaksana lebih baik.
Namun, nyatanya keputusan panitia ihwal hadiah individu bagi pemenang OSM tetap sama, yakni; potongan UKT. Meski terdapat sedikit perbedaan, karena di tahun 2017 juara umum I dan II mendapat hadiah uang tunai. Penentuan juara umum ini dihitung berdasarkan akumulasi jumlah perolehan medali tiap fakultas.
Theresia kecewa dan khawatir.
Tapi siapa sangka, Theresia ternyata kembali menyabet gelar juara di turnamen tersebut. Kali ini di nomor ganda campuran dan tunggal putri. “Karena FISIP waktu itu juara umum II jadi hadiah tunai dua juta langsung dikasih. Terus dibagi-bagi ke para atletnya yang menang. Waktu itu aku dapat lima puluh ribu.”
Seakan mengulangi kenangan tahun 2016. Theresia juga memenangi kompetisi yang diselenggarakan UNY, ia kembali menjadi juara tiga tunggal putri tingkat provinsi (Jawa Tengah). Jadi di saat yang bersamaan, Theresia mendapatkan dua jatah keringanan UKT. Tapi karena sesuai ketentuan yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa seorang mahasiswa tidak dapat mengajukan keringanan ganda. Maka ia harus memilih salah satu dari dua hadiah tersebut.
Karena penasaran bagaimana juntrungnya hadiah keringanan UKT dari OSM 2017 ini. Ia memutuskan untuk menunggu hadiah OSM 2017 tersebut terwujud. “… enggak aku urusin karena ingin nge-tes OSM 2017 ini cair atau enggak.”
Tapi ternyata, permasalahan OSM 2016 kembali terulang di tahun 2017. Para pemenang kembali dimasukkan grup WhatsApp. Mereka diimbau untuk mengumpulkan berkas-berkas pengajuan keringanan UKT. “Kami memang disuruh mengumpulkan berkas. Tapi anehnya enggak ada info deadline pengumpulannya kapan.” Para pemenang juga diimbau membuat proposal pengajuan sendiri. “Contoh format proposalnya juga kita tidak dikasih, lho!”
Theresia yang awalnya optimis lama-lama jadi geram sendiri. Selain tak ada kejelasan, pertanyaan dan ocehan para pemenang pun jarang ditanggapi panitia. “Sehabis acara selesai, mereka seakan menghilang.”
Akhirnya setelah hampir enam bulan berlalu, Theresia kembali menuntut kejelasan. Ia mengingatkan bahwa batas berlaku sertifikat pemenang untuk diajukan keringanan UKT adalah enam bulan. Selepas itu sertifikat akan kadaluwarsa.
Kondisi tersebut membuat hubungan antara panitia dan pemenang semakin panas. Kerap kali sendiran dan ancaman muncul dalam ruang percakapan grup WhatsApp OSM 2017. Puncaknya Theresia dan para pemenang menyebarluaskan persoalan ini melalui sosial media masing-masing. “Setelah ribut-ribut itu baru, deh, panitia bikin audiensi antara pemenang, panitia dan perwakilan Mawa.” Pertemuan itu kemudian bermuara pada keputusan diperpanjangnya masa sertifikat para pemenang OSM 2017 bahkan 2016.
Theresia mengakui, bahwa audiensi sedikit banyak memberi titik terang terkait persoalan hadiah OSM ini. Pasca pertemuan itu pengumpulan berkas para pemenang diberi tenggat waktu. Dalam pengumpulan berkas panitia pun dibantu oleh perwakilan BEM Fakultas. Sehingga pemenang tidak lagi bingung harus mengumpulkan berkas kemana.
Terkait proposalpun menjadi jelas. Para pemenang hanya perlu mengumpulkan berkas pribadi. Sedangkan proposal yang dimaksud adalah kumpulan dari berkas-berkas pemenang OSM tiap tahun yang dijadikan satu bendel oleh panitia. Bukan dibuat secara pribadi oleh tiap pemenang.
Namun hingga tenggat waktu berlalu berkas tak kunjung sampai di Mawa. Hingga kini, janji hadiah pemotongan UKT tak kunjung terwujud. Para pemenang yang geram kemudian meluncurkan aksi #BOIKOTOSM2018.
“Apa mereka [BEM UNS] nggak malu? belum selesai, lho, dua tahun permasalahan hadiah OSM. Kok tahun ini berani ngadain OSM lagi.”
Berkas Hilang
Doni Wahyu Prabowo, penanggung jawab OSM 2016 sekaligus Presiden BEM UNS pada saat itu, menceritakan awal mula tercetusnya wacana keringanan UKT untuk hadiah OSM. Awalnya, panitia ingin menarik dana pendaftaran dari peserta OSM agar nantinya dapat dikelola sebagai hadiah pemenang. Tapi setelah dirundingkan dengan pihak rektorat, mereka menyarankan pemberian beasiswa keringanan UKT sebagai hadiah kepada pemenang.
“Dulu yakin beasiswa tersebut akan mudah diproses. Karena baru pertama kali dan yang menyarankan langsung Wakil Rektor III. Jadi BEM UNS berani mengiyakan dan mengurus. Tapi ternyata di Mawa-nya susah.” Terlebih saat Doni mendapatkan kabar hilangnya berkas pemenang di Mawa. Kejadian tersebut kemudian membuat Doni menjadi ragu apakah berkas tersebut benar-benar hilang atau UNS memang tidak punya dana.
“Sebenarnya anggarannya ada atau tidak? Kalo ada anggaran, kan tidak perlu ribet dan dananya cair, tapi kalo memang nggak ada, mau sampai kapanpun, selengkap apapun berkasnya juga tidak akan cair.”
Sikap skeptis Doni kembali muncul saat pertanggungjawaban panitia OSM 2016 kembali dipertanyakan. Ia yakin bahwa pantia OSM 2016 telah berusaha melengkapi dan mengumpulkan berkas pemenang dengan sebaik-baiknya. Karena Doni menyadari bahwa itulah tugas pokok panitia. Bahkan hingga kini – pasca hilangnya berkas – panitia tetap bertanggung jawab mengumpulkan kembali berkas para pemenang.
Namun terkait tak kunjung terwujudnya pemotongan UKT bagi para pemenang OSM 2016, Doni beralasan, “urusan cair atau tidaknya karena itu udah janji dari rektorat, itu menjadi urusan rektorat.”
Memang Doni mengakui bahwa panitia pasti merasa bersalah. Tapi baginya akar permasalahan OSM 2016, sekali lagi, tetap ada pada hilangnya berkas di Mawa.
Lagipula, panitia OSM 2016 saat itu tak menarik uang pendaftaran sepeser pun. Sehingga untuk menggantinya dengan uang tunai atau hadiah lain panitia mengaku hingga saat ini tidak menyanggupi. “Masak kita urunan? Kasian anak BEM. Sudah kerja sukarela masak harus urunan juga,” kata Doni.
Selepas dari hal itu, Doni mengaku panitia tak ingin lari dari persoalan pelik ini. “Masih kami pikirkan. Siapa tau kalo anak BEM sudah pada sukses kita bisa mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk merealisasikannya. ” lanjutnya lagi.
Ditemui pada kesempatan berbeda, Narno salah seorang staf Minalwa yang bertanggungjawab mengurus berkas pengajuan keringanan UKT, mengiyakan adanya kasus kehilangan tersebut. “Memang berkas hilang di Pak Tomi [Kepala Biro Mawa]”.
Menurutnya, kasus tersebut tak cuma jadi salah pihak Mawa. “BEM [panitia OSM 2016], pada saat itu, juga tak mengikuti prosedur pengajuan. Berkas yang seharusnya diajukan kepadanya terlebih dahulu, ternyata langsung diletakkan diserahkan Tomi, Kabiro mawa.” ungkapnya.
Kesalahan prosedural tersebut kemudian menciptakan salah paham antara bagian minalwa dengan kabiro yang mengakibatkan berkas akhirnya hilang.
“Waktu itu saya sempat menanyakan keberadaan berkas OSM 2016 kepada pak Tomi. Namun, Pak Tomi justru mengira berkas sudah sampai di Minalwa.”
Pihak mawa mengaku tak ingin lepas tangan begitu saja. Panitia dipersilakan mengumpulkan kembali berkas para pemenang. Soal masa sertifikat OSM 2016 yang sebenarnya telah kadaluwarsa, akhirnya ditoleransi oleh pihak mawa. “Sampai sekarang juga masih saya tunggu kok [kelengkapan berkasnya].” []
Penumbang bahan : Umi Wakhidah
Penyunting : Vera Safitri