Sistem pengelolaan bahan bakar minyak di Indonesia diatur oleh PT Pertamina (Persero). Pertamina terus berinovasi agar produknya dapat digunakan oleh masyarakat luas, baik kaya maupun miskin. Salah satu cara Pertamina dalam memenuhinya, yaitu memberikan subsidi BBM ke masyarakat yang membutuhkan. Namun, karena banyak masyarakat yang menggunakan subsidi BBM, akhirnya Pertamina membuat kebijakan pembatasan subsidi BBM dengan menggunakan media aplikasi MyPertamina.
Belakangan ini, permasalahan terkait Bahan Bakar Minyak (BBM) kembali menjadi sorotan publik. Hal ini disinggung oleh Presiden Joko Widodo dalam sambutannya di Hari Keluarga Nasional 2022 lalu. Dilansir dari Kompas.com Presiden menyebutkan bahwa saat ini harga BBM tidak melonjak pesat karena masih disubsidi oleh APBN. BBM seharga Rp7.650 tergolong masih terjangkau bagi masyarakat, sedangkan harga minyak dunia sedang mengalami kenaikan akibat pandemi dan perang Rusia-Ukraina. Minyak yang sebelumnya seharga 60 dolar AS per drum, kini naik dua kali lipat menjadi 110–120 dolar AS per drum. Hal tersebut menyebabkan sejumlah negara menaikkan harga BBM, seperti Singapura, Jerman, dan Thailand.
Tidak hanya itu, sebelumnya masyarakat pun dikejutkan dengan arahan dari PT Pertamina Patra Niaga yang mewajibkan para pengguna BBM jenis Pertalite dan Solar untuk mendaftar terlebih dahulu ke sistem MyPertamina. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 2022 dan mulai dilakukan uji coba di beberapa kota/kabupaten yang tersebar di 5 provinsi, yaitu Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta. Dilansir dari CNBC Indonesia, Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution, mengungkapkan bahwa inisiatif ini dilaksanakan sebagai langkah pencatatan awal untuk memperoleh data yang valid dalam rangka penyaluran BBM subsidi yang lebih tepat sasaran. Masyarakat dapat mendaftar melalui website subsiditepat.mypertamina.id kemudian menunggu konfirmasi apakah kendaraan dan identitasnya tercatat sebagai pengguna yang terdaftar. Pengguna tersebut nantinya akan menerima notifikasi melalui surel serta QR Code khusus yang menyatakan bahwa data yang terdaftar sesuai dan dapat membeli BBM jenis Pertalite dan Solar.
Dalam dunia bahan bakar minyak, terdapat istilah oktan. Oktan mengatur berbagai hal dalam pembakaran yang dilakukan mesin. Makin besar oktan, maka dibutuhkan kompresi yang makin besar pula dalam mencerna bahan bakarnya. Pemberian bahan bakar berdasarkan besaran kompresi akan menciptakan penggunaan bahan bakar yang lebih efektif. Nilai besaran oktan dapat mempengaruhi emisi yang dibuang ke udara. Jika bahan bakar beroktan rendah diberikan ke kendaraan berkompresi tinggi. Maka akan menimbulkan pembakaran yang tidak sempurna yang berujung pada kandungan emisi yang lebih banyak dan berbahaya bagi lingkungan. Selain penggunaan bahan bakar oktan, penggunaan bahan bakar yang telah memenuhi standar emisi euro 3 juga dapat mempengaruhi kandungan emisi yang dikeluarkan. Bahan bakar yang telah memenuhi standar euro 3 dapat dikatakan sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan. Standardisasi euro 3 memiliki tahapan yang kompleks dengan regulasi yang sangat ketat. Maka, tak heran jika sudah memenuhi standar euro 3, bahan bakar telah aman bagi lingkungan.
MyPertamina merupakan inovasi dari pertamina untuk melakukan pembatasan BBM subsidi. Mereka yang berhak untuk mendapatkan BBM subsidi jenis Pertalite, yakni dengan spesifikasi kendaraan 2000 cc ke bawah untuk kendaraan roda 4. Sementara untuk kendaraan roda dua 250 cc ke bawah masih bisa mendapatkan BBM bersubsidi. Namun, dalam paparan BPH migas dalam komisi VI DPR hasil berkata berbeda malah justru hanya kendaraan roda empat 1500 cc ke bawah saja yang masih bisa menggunakan BBM subsidi. Sejatinya penetapan tersebut masih menunggu hasil dari revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 yang ditargetkan rampung pada 1 Agustus 2022.
Akan tetapi, realita lapangan berkata lain. Kesiapan sistem yang masih jauh dari kata layak mengakibatkan respons dari masyarakat yang kurang simpatik terhadap kebijakan ini. Hal ini dinilai mempersulit masyarakat yang dapat dilihat dari keluhan masyarakat pada aplikasi Play Store. Saat ini rating aplikasi MyPertamina sendiri hanya menyentuh angka 1,1 dari 5. Kondisi ini tentu bukan tanpa kajian yang mendalam, bukan? Apakah kesiapan sosial kultur masyarakat kita sudah mampu menghadapi perubahan semacam ini? Penggunaan gawai yang terlibat dalam pembelian BBM bersubsidi ini tentu tidak jadi masalah bagi kaum milenial atau Gen Z. Namun, bagi mereka yang sudah tua akan sangat menjadi kendala tentunya. Tanpa mendiskreditkan gawai-gawai yang sudah selalu muncul notifikasi memori yang sudah penuh atau SMS dari operator yang selalu mengingatkan saldo kuota yang sudah habis sebelum masanya, tentu ini jadi pertimbangan yang belum sampai pembahasannya oleh pemangku kepentingan.
Kenaikan harga minyak dunia membuat pemerintah di berbagai negara dunia, termasuk Pemerintah Indonesia harus memutar otak. Dalam hal ini, pemerintah ingin memberlakukan pembatasan pada penggunaan BBM subsidi dengan dalih untuk meringankan beban APBN. Di lain sisi, kondisi ini juga sebagai bentuk peralihan dari energi fosil menjadi energi bersih (terbarukan). Peluncuran aplikasi MyPertamina dinilai mampu untuk mengatasi hal tersebut. Sayangnya kenyataan di lapangan malah membuat kesusahan masyarakat, terutama mereka masyarakat awam.
Langkah kebijakan pemerintah ini, terutama dilihat dalam penggunaan digitalisasi, seperti ini seperti dinilai terlalu buru-buru dan mendadak. Apalagi BBM jenis subsidi yang masih banyak digunakan oleh masyarakat bawah dan kurang mengerti digitalisasi. Lalu, aplikasi MyPertamina sendiri pada fase uji coba ini dinilai belum siap dalam pemakaiannya sehingga masyarakat yang antusias mengalami kesulitan. Mengenai peralihan penggunaan sumber energi menuju energi bersih ini dengan diarahkan adanya aplikasi ini, seperti kurang siap. Dari sisi ketersediaan energi bersih baru terbarukan yang secara fisik belum memadai dan kesiapan aplikasi yang terlalu cepat. Hal ini dapat membuat “target pemerintah” dalam mengurangi emisi menjadi lebih terhambat. Karena masyarakat sendiri sebagai enggan bahkan kurang memahami dan kurang fasilitas yang memadai.
Dilihat dari berbagai kondisi tersebut, maka Pemerintah di BPH Migas dan Perusahan Pertamina Patra Niaga perlu melakukan peninjauan ulang dan sosialisasi secara masif, sebelum pengesahan revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 pada bulan Agustus ini. Selain itu, hal tak kalah penting adalah mengulas kembali dan adanya transparansi kepentingan dalam urgensi penggunaan aplikasi MyPertamina. Sehingga masyarakat tidak merasa jengah ataupun kesulitan dalam beradaptasi dengan peralihan ini. Dalam konteks emisi, kondisi ini jangan sampai membuat usaha pemerintah dalam mengurangi emisi tidak diindahkan dan tidak didukung oleh masyarakat itu sendiri.
Penulis :
Mochamad Erwantyo Nugroho
Muhammad Rafi Rahadian
Muhammad Reyhandhia A. H.
Putu Elsa Purnama Rahayu
Editor: Rizky Fadilah