Foto: Risma Salsabila Foresty/ LPM Kentingan

Bau Busuk Tak Kunjung Hilang, Warga Layangkan Gugatan Perdata Terhadap PT RUM

Sejumlah warga terdampak limbah PT Rayon Utama Makmur (RUM) di Desa Gupit, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo beramai-ramai mendatangi Pengadilan Negeri Sukoharjo  untuk mengajukan gugatan pada Kamis (09/03/2023). Gugatan ini diajukan lantaran warga sudah geram oleh kebocoran pipa pembuangan limbah PT RUM yang mencemari Sungai Gupit sehingga menyebabkan bau busuk yang sangat mengganggu aktivitas sehari-hari serta merugikan kesehatan warga setempat.

 

Tim Advokasi dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Agung Fajar, menyatakan gugatan yang diajukan kali ini merupakan gugatan perdata, berbeda dengan gugatan yang telah dilayangkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebelumnya. 

 

“Gugatan ini beda ya dari yang sebelumnya KLHK, karena ini lebih condong ke gugatan keperdataan, dengan skema class action (gugatan kelompok),” kata Agung saat diwawancarai media di Pengadilan Negeri Sukoharjo pada Kamis (09/03/2023). Agung juga menyebutkan bahwa saat ini terdapat 185 anggota kelompok penggugat yang diwakili oleh dua penggugat.

 

Tomo, tokoh masyarakat setempat, menyampaikan bahwa persoalan mengenai bau busuk akibat limbah ini sudah terjadi sekitar 5 tahun terhitung dari 2018 dan belum juga teratasi hingga saat ini. Warga yang tinggal di sekeliling PT RUM sudah pernah melaporkan soal pencemaran ini ke Polres, DPRD, sampai Sekretariat Presiden namun tidak ada tindakan yang berarti dan tanggapan dari PT RUM hanyalah wacana belaka. Alhasil limbah produksi masih dibuang di tempat yang sama.

 

Bau busuk yang tidak kunjung hilang menyebabkan penurunan kesehatan pada masyarakat. Tomo juga mengatakan bahwa beberapa warga di antaranya merasakan mual, pusing, hingga muntah akibat tidak tahan dengan baunya. Untuk mengurangi intensitas bau yang tercium, masyarakat mengenakan masker dalam keseharian mereka. 

 

“Bahkan kita sudah memakai masker ini sejak sebelum Covid-19. Kita memakai masker ini sudah sejak akhir 2017 untuk mengurangi bau yang kita cium dari PT RUM,” jelas Tomo.

 

Tak berhenti disitu, Tomo juga mendeskripsikan lebih lanjut bahwa bau yang dihasilkan yaitu seperti telur busuk atau septic tank. Pada waktu tertentu seperti saat musim hujan, volume pembuangan limbah justru lebih banyak dan bau busuk yang tercium bisa mencapai radius 3 km hingga 10 km, bahkan sampai ke Kabupaten Wonogiri. Bau menyengat tersebut tentunya sangat mengganggu kegiatan masyarakat ketika sedang di sawah, sekolah, pengajian, bahkan saat sedang beribadah.

 

Mulyono (53), seorang warga terdampak, mengatakan bahwa para petani sering mengalami kerugian dan gagal panen pada saat musim kemarau, terutama untuk komoditas padi. Fenomena gagal panen ini dilatarbelakangi oleh  kualitas air sungai yang digunakan warga untuk mengairi sawah sudah tercemar oleh limbah pabrik. Mulyono mengaku takut mengambil air dari sungai karena dapat menimbulkan gatal-gatal dan sangat tidak layak untuk digunakan.

 

“Karena ini musim hujan, ya. Jadi tidak ambil air dari situ (sungai) karena air hujan sudah mencukupi sawah kami. Cuma ya kalau pas kemarau, mau ambil air di sungai ya gak berani. Pasti padi tadi tumbuhnya juga rusak. Kami mau makan aja takut.”

 

Warga berharap dengan pengajuan gugatan ini PT RUM berhenti beroperasi dan tutup serta mengganti kerugian yang setimpal dengan yang dialami dan dirasakan oleh masyarakat. Selain itu, warga juga memohon supaya pemerintah dapat bertindak lebih tegas kepada PT RUM.

 

Penulis: Diah Puspaningrum dan Shalsabilla Rizna Naulia Putri

Editor: Lutfiyatul Khasanah