PAGI-PAGI, Tomblok sudah nangkring di warung Soto mbok Darmi. Selepas sarapan di warung Soto paling enak di kampung itu, ia mlipir ke rumah Bendil yang letaknya tak jauh dari warung. Maklum sedang kangen, sudah beberapa hari Bendil tak tampak jidatnya.
Sesampai di rumah Bendil, Tomblok langsung bablas masuk rumah tanpa mengetuk pintu. Keluarga Bendil sudah akrab dengannya saking seringnya ia dolan ke rumah.
Di ruang tamu Bendil tampak sibuk menatap gawai sambil klesotan. Dua laptop berjaga di samping kanan bersama adiknya, si Menik, yang tengah asik mengotak-atik gawainya.
“Kula nuwun,” sapa Tomblok.
“Selamat pagi mas Bendil, dik Menik,” Tomblok kembali menyapa karena tidak digubris.
“Woy kok sajake pada sibuk ta kik,” gertak Tomblok.
“Wah bro, sorry-sorry lagi sepaneng iki jadi enggak gagas,” sambut Bendil.
“Hoalah, mas Tomblok, ta. Sini mas duduk-duduk sini,” timpal Menik.
“Pagi-pagi kok udah pada buka laptop sama main hape ta? Sarapan-sarapan dulu lho Ndil, Nik,”
“Waduh, Mas. Mboten mikir sarapan, lagi deg-degan ini,” jawab Menik sembari noleh ke layar laptap.
“Weleh weleh. Lagi pada sibuk apa ta ini jane? Kok dari tadi tak sawang pada serius mukanya,”
“Iki lho, Mblok. Lagi bantu si Menik ngisi Ka-Es-Es. Tapi kok angel banget, bet gatewe betgatewe terus dari tadi,” terang Bendil tampak kesal.
“KSS apa ta, Ndil?”
“KSS piye ta, Mas Bendilki. KRS, Mas. KRS! Kartu Rencana Studi, disingkat jadi Ka-Er-Es,” sambut Menik.
“Owalah, maksudku Ka-Er-Es, Mblok. Ha-ha-ha,”
“Koe iki yo wagu lho, Mblok. Mosok KRS kok jadi KSS. Nanti kepanjangannya malah jadi beda ta ya. Ha-ha-ha,”
“Lhadala, jadi beda piye?”
“KalokKa-Er-Es iku Kartu Rencana Studi ta? Nah, kalok Ka-Es-Es jadinya Kartu Sengsara Studi. He-he-he,”
Sontak Menik ketawa cekikian.
“Iki ceritanya koe lagi mbanyol apa gimana, Mblok?” tanya Bendil.
“Eh, tapi ada benarnya juga lho, mas Tomblok,” timpal Menik.
“Lha gimana, Nik?”
“Ya memang bagusnya Ka-Er-Es itu diganti saja, jadi Ka-Es-Es.”
“Weh, wong itu cuman banyolan lho, Nik. Kok malah diseriusin. Ha-ha-ha,”
“Ya enggak papa, Mas. Itu lebih representatip kalok masa-masa sekarang ini,”
“Lho, lha piye ta?”
“Lha wong ini cuman bikin susah aja, Mas. Dari tadi aku mau nginput makul aja susahnya minta ampun. Bikin sengsara aja. Makanya banyolanmu ada benernya juga. Huh,”
“Weh lha gimana? Sini coba tak bantuin,”
“Ini mas dari tadi enggak bisa login terus. Servernya kayaknya dol, eh down,”
“Sama sekali enggak bisa ta mosok?”
“Iya, Mas. Sama sekali. Coba ini dilihat dulu. Hem…”
“Wah, kok masih gitu-gitu aja ta,”
“Gitu-gitu gimana mas?”
“Ya gitu. Semenjak aku kuliah dulu ya memang begitu. Dari semester awal sampai semester delapan, kalok ngisi Krs ya mesti begitu. Kalok enggak gatewe gatewe ya enggak Krs-an pokoknya. Kudu sabar. Ha-ha-ha,”
“Waduh, mosok dari dulu masih sama ta permasalahannya setiap awal semester. Lamannya gimana ta ini. Sedeh aku. Huft,”
“Ya enggak usah sedeh, Nik. Lha wong memang adanya begitu Siakad-nya. Ha-ha-ha,”
“Weh, awakmu ngomong apa, Mblok? Diakad apa yang diakad? Koe mau ngakad adikku wedok? Aku ora setuju, titik!” sahutan Bedil meletup-letup.
“Piye ta iki mas Bendil ki. Iki lagi bahas Si-A-Kad. Ora Di-A-Kad,”
“Awakmu iki piye ta, Ndil? Ora mudengan,”
“Owalah ‘Siakad’ ta. Kok aku dengernya ‘Diakad’. Maklum aku enggak kuliah, jadi enggak mudeng soal-soal iku. He-he-he,”
“Ah, piye ta Mas Bendil iki. Jenengan ngomong Akad, akad, akad. Malah bikin aku jadi males dan enggak sabar buka Siakad ta, Mas. Malah pengin ndang diakad wae wis,”
“Eeeeee, lhadala. Bocah kuliah lagi entuk telung semester wis pengin akad wae. Sampun wonten calone, nduk cah ayu?”
“Dereng, Mas. He-he-he,”
“Dasar, guyonanmu lawas. Huh!” sahut Tomblok. []
Muhammad Ilham. Sosiologi 2014. Surel: muhilham1996@gmail.com.